Suatu malam, saat Nisa duduk di balkon, ia menarik napas panjang. Hati kecilnya menangis, tapi ia tetap mencoba menenangkan diri. "Aku harus kuat," bisiknya pada diri sendiri.
Di tengah kesedihan itu, Fiza muncul membawa teh hangat. "Jangan khawatir, Kak Nisa. Aku tahu ini sulit, tapi aku akan selalu ada untukmu."
Nisa tersenyum tipis, merasa sedikit lega. Kehadiran Fiza menjadi cahaya di tengah gelapnya kesepian dan tekanan.
BAB 12: DUKUNGAN ADIK IPAR
Fiza mulai sering menemani Nisa, membantunya menyesuaikan diri dengan kebiasaan keluarga dan budaya setempat. Ia juga menjadi mediator saat konflik muncul antara Nisa dan anggota keluarga lainnya.
Suatu sore, Fiza memegang tangan Nisa. "Kamu tidak sendiri. Kakak Umer mencintaimu, dan aku akan selalu membelamu."
Nisa merasa hangat di hatinya. Dukungan Fiza memberinya kekuatan untuk tetap sabar dan menghadapi tekanan keluarga. Meski setiap hari terasa berat, ia belajar bertahan, menjaga kehormatan diri, dan tetap menjadi istri yang baik.
Namun di balik itu, Nisa tahu bahwa ujian yang lebih besar akan segera datang---cinta dan kesetiaan mereka akan diuji di negeri asing, jauh dari orang-orang yang ia cintai.
BAB 13: TEKANAN YANG MENINGKAT
Seiring waktu, penolakan keluarga Umer semakin nyata. Setiap keputusan Nisa dipertanyakan, setiap gerak-gerik dianalisis.
Suatu malam, saat makan malam, ayah Umer menatap Nisa tajam.
"Aku tidak bisa menerima pernikahan ini tanpa restu keluarga," katanya tegas.
"Ibu dan aku memberimu kesempatan terakhir: pisahkan Nisa, atau kau akan kehilangan dukungan keluarga," tambah ibu Umer.