"Dia bukan ancaman, Kak. Dia mencintai kakakmu dan ingin yang terbaik," kata Fiza kepada ibu Umer.
Secercah harapan mulai muncul. Umer memandang Nisa dengan mata penuh cinta.
"Kamu benar-benar kuat, Nisa. Aku beruntung memiliki kamu," bisiknya lembut.
Meski konflik masih terasa, kekuatan cinta mereka mulai menembus tembok penolakan. Nisa merasa, untuk pertama kalinya, ada harapan di tengah tekanan yang berat.
BAB 19: PILIHAN DAN PERJUANGAN
Hari-hari berikutnya dipenuhi ketegangan yang perlahan mereda, berkat usaha Fiza sebagai mediator. Namun keluarga Umer masih sulit menerima Nisa sepenuhnya.
Umer duduk di balkon bersama Nisa. Angin malam menyapu wajah mereka, membawa aroma bunga dari taman.
"Kita bisa tetap bersama, Nisa. Tapi untuk sementara, kita harus sabar dengan mereka. Aku akan selalu membelamu," ucap Umer lembut.
Nisa menggenggam tangannya erat. "Aku siap, Umer. Aku tahu ini sulit, tapi cinta kita lebih kuat dari tekanan mereka."
Mereka menyadari, cinta mereka bukan hanya tentang kebahagiaan, tapi tentang keteguhan dan pengorbanan.
BAB 20: BUAH DARI PENGORBANAN
Seiring waktu, keluarga Umer mulai melunak. Senyum tipis dan sapaan hangat muncul, meski masih ada jarak emosional. Nisa tetap dihormati, tapi luka emosional akibat penolakan tidak hilang begitu saja.
Suatu sore, Fiza menepuk pundak Nisa.
"Kamu berhasil melewati semua ini. Aku bangga padamu, Kak," kata Fiza.