Dini mencari asal suara lalu  menemukan seorang lelaki tengah berdiri menyamping di dekat penjual yang meladeni pesanannya.
      "O, Pak Akbar. Dari mana Bapak?"
      "Dari perpus," jawabnya sambil membayar nasi bungkus."Asyik ya makan bareng-bareng. Eh, ada Rinta juga. Gimana kabar Ihsan?  Lama aku nggak jumpa abangmu itu. Sudah nambah lagi anaknya ya? Hmm produktif sekali dia tapi kok nggak lulus-lulus. Udah banyak duit ya ?"
      "Bang Ihsan pulang ke Pontianak Pak. Ngurus anak dulu. Bapak sendiri juga belum lulus kan?" Rinta membalikkan.
      "Minggu depan saya seminar ," sahutnya sedikit berbangga. "Datang ya !  Kamis  jam sepuluh."
      "Nggak bisa, Pak, kita ada kuliah hari Kamis," balas Dini segera.
      "Sayang sekali," sambutnya kecewa," Eh, ini temanmu semua Din?"
      "Iya, Pak.  Kenalkan ini Ayuk Ica, Kak Tita dan Bu Lisa," Dini menyebutkan satu per satu  yang belum dikenal Pak Akbar. Lelaki yang nampaknya seusia dengan Pak Anwar itu menyalami bergantian sambil menyebutkan namanya padahal semua sudah tahu namanya ketika Dini membalas panggilannya tadi.
      "Bapak ini dari mana?" tanya Trinita sekedar ingin tahu.
      "Kenapa? Aku dari Solo " balasnya cepat.
      " Bohong, dia ini  orang Makasar," protes Dini.