Mohon tunggu...
Yuni Retnowati
Yuni Retnowati Mohon Tunggu... Dosen - Biarkan jejakmu menginspirasi banyak orang

Dosen komunikasi penyuka film horor dan thriller , cat lover, single mom

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hati Perempuan (Bagian 6: Memahami Lelaki)

29 Februari 2020   11:17 Diperbarui: 29 Februari 2020   11:23 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haribappeda.batangharikab.go.id

            "Tapi berangkatnya pagi-pagi ," Ica mengajukan syarat. "Kita turun di UKI lalu lanjut naik bis kota. Dari sini jam tujuh biar nggak kena macet di jalan."

            "Tapi sekali ini saja lo Ta," Khalisa mengingatkan.

            "Iya," janji Trinita.

            Penantian sampai esok pagi membuat matanya tak bisa terpejam hingga tengah malam. Hujan yang turun saat itu membuatnya ragu apakah besok teman-temannya bisa menepati janji untuk mengantarkan. Tapi hujan tak seharusnya menjadi alasan membatalkan rencananya. Payung merupakan benda wajib yang harus selalu ada di dalam tas. Curah hujan di Bogor cukup tinggi sehingga tepat mendapat julukan kota hujan.

            Sesuai kesepakatan mereka berangkat pagi-pagi. Dini dan Rinta belum bangun ketika mereka sudah berpakaian rapi dan berdandan canik. Ica selalu ingin menonjolkan matanya yang agak sipit  dengan menambahkan eye liner dan eye shadow berwarna menyolok. Meski begitu kalah jauh  dibanding gaya berhias Dini yang merasa perlu mengeritingkan bulu matanya sebelum blind date dengan para fans dari dunia maya. Karena sulit bangun pagi sementara dandannya lama, Dini sering ditinggal teman-temannya ketika berangkat kuliah. Dia selalu menjadi teladan. Telat karena dandan. Perihal make up-nya yang terkesan berlebihan Dini punya penjelasan yang bisa dimaklumi.

            "Dini punya pengalaman buruk dengan tidak tampil cantik. Mau ketemu orang di perusahaan dipersulit. Disuruh nunggu lama.  Nggak  segera dilayani. karena dianggap nggak penting.Waktu ketemu cuma sebentar banget. Dipandang sebelah mata karena penampilan nggak enak dilihat. Muka kusut dan berkeringat. Sejak itu Dini mulai dandan pakai make up lengkap. Biar nggak ada yang meremehkan dan merendahkan Dini lagi," terangnya.

            Trinita tak mau ber-make up berlebihan. Matanya yang sudut luarnya seperti tertarik ke arah atas dibiarkan tanpa polesan. Kesan galak mata suku Dayak tergambar di sana. Mata yang telah menaklukkan ketidakpedulian Mr Baldi. Dia hanya memoles bibirnya dengan lipstick merah bata dan mempertegas garis alis matanya.  Begitu pula yang dilakukan Khalisa meskipun Ica berusaha membujuknya dengan menawari mendandani.

            "Nggak usah Ca, nanti kalau ada yang naksir lagi repot dia. Mau dikemanain Revi yang di Jerman itu," goda Trinita.

            Mereka segera meninggalkan tempat kos dengan langkah-langkah panjang dan terburu-buru. Khalisa selalu kesulitan mengikuti irama langkah kaki Ica dan Trinita. Akibatnya dia selalu tertinggal jauh dari mereka atau harus menyeimbangkan langkah sampai terengah-engah.

            "Aduh susah orang tua ini. Jalannya lambat sekali," gerutu Trinita.

            "Umi ini mestinya jadi pejabat Kak, nggak biasa jalan kaki kayak kita," bela Ica.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun