"Laki-laki mau seenaknya sendiri memperlakukan perempuan," komentar Trinita menunjukkan antipati.
      "Pak Akbar jangan mau enaknya sendiri. Umi juga nggak mau sama laki-laki beristri," tambah Ica ikut angkat bicara.
      Pak Akbar merasa seperti dihakimi. Wajahnya sedikit memerah tapi mencoba tersenyum tak ingin menanggapi semua ucapan yang ditujukan kepadanya. Meski tak ada lagi Khalisa, dia masih bertahan di sana hingga beberapa lama. Ketika penjual pempek melintas di depan rumah, semua minta dibelikan. Pak Akbar membayar semua pesanan mereka tapi Khalisa menolak waktu ditawari oleh teman-temannya.
      Beberapa hari setelah itu Rinta membawa sebuah kabar tentang Pak Akbar. Mereka sedang makan malam ketika Rinta menuturkan kisah yang menarik minat semua orang.
      "Ternyata Pak Akbar itu duda."
      "Dari mana kamu tahu?" Dini yang paling terkejut.
      "Bang Ihsan yang cerita. Dia tuh duda anak tiga. Anaknya  perempuan semua dan semuanya ikut mantan istrinya di Pare-pare sana."
      "O, pantes dia naksir Umi," sahut Dini , "Gimana Umi? Diterima nggak?"
      "Kalau duren tajir baru diterima ya Mbak?" goda Trinita.
      "Iya ini nggak jelas orangnya. Kerjanya apa sih Din?" Ica ikut bicara.
      "Aduh, Dini nggak tahu. Dia teman Dini matrikulasi Bahasa Inggris. Kalau nggak salah kerja di LSM atau Dinas apa gitu. Tapi dia relasinya banyak lho. Orang-orang hebat lagi," urai Dini panjang lebar membuka seluruh memori tentang laki-laki Sulawesi itu.