Mohon tunggu...
Operariorum
Operariorum Mohon Tunggu... Buruh - Marhaenism

Operariorum Marhaenism, merupakan Tulisan-tulisan mengenai ditindasnya orang Minoritas didalam realitas dan pola-pola diskriminasi yang dilakukan oleh pemilik otoriter, korporat dan kapitalissecara semenang-menang dan tidak adanya keadilan bagi kaum maniver mikro.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Teori yang Bersifat Inheren dalam Hukum

18 Maret 2021   09:04 Diperbarui: 18 Maret 2021   09:19 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

3. Tetapi bisa juga hukum yang justru merupakan pelengkap dari moral. Misalnya, ketika ada ancaman pidana terhadap orang yang membiarkan saja (tidak mau menolong) orang lain yang lagi sekarat sehingga dia mati, maka hal tersebut lebih meriulengkap saja. pakan kaidah moral sehingga larangan oleh hukum hanya pe- Misalnya ketika ada kaidah bahwa orang pejalan kaki harus

 4. Ada wilayah hukum yang tidak ada hubungannya dengan moberialan di sebelah kiri jalan, hal tersebut adalah kaidah hukum dengan tujuan untuk mencapai ketertiban dalam berlalu lintas tidak ada kaitannya dengan moral.

 5. Tetapi ada juga wilayah moral yang tidak ada kaitannya dengan hukum. Misalnya kaidah moral bahwa ketika berbicara harus dengan bahasa yang sopan. Hal tersebut adalah kaidah moral yang tidak berkaitan dengan wilayah hukum. Karena seseorang itu, orang yang berbicara tidak sopan atau kurang sopan, tidak dapat diberikan sanksi hukum, sepanjang tidak sampai meng- hina atau mencemarkan nama baik orang lain.

A. TEORI KEDAULATAN

 Apa yang dimaksud dengan kedaulatan (souvereignity) adalah kekuasaan yang tertinggi, absolut, dan tidak ada instansi lain yang dapat menyamakannya atau mengontrolnya, yang dapat mengatur warga negara dan mengatur juga apa yang menjadi tujuan dari suatu negara, dan mengatur berbagai aspek pemerintahan, dan melakukan berbagai tindakan dalam suatu negara, termasuk tetapi tidak ter- batas pada kekuasaan membuat undang-undang, menerapkan dan menegakkan hukum, menghukum orang, memungut pajak, men- ciptakan perdamaian dan menyatakan perang, menandatangani dan memberlakukan traktat, dan sebagainya.

Selain daripada itu, terdapat juga suatu teori umum dalam hukum yang mengasumsikan bahwa di setiap masyarakat yang di dalamnya tentu terdapat hukum, selalu ada yang disebut dengan "pihak pemangku kedaulatan" (sovereign person). Asumsi hukum ini sangat mendasar dan fundamental dalam setiap sistem hukum.

Pihak pemangku kewenangan ini dalam istilah sehari-hari sering disebut dengan "pejabat yang berdaulat," baik pejabat formal mau- pun pejabat informal, baik tingkat lokal maupun tingkat nasional. Para Pajabat berdaulat inilah yang masing-masing akan merancang, mambuat, menemukan, menafsirkan, menerapkan, dan menegak- kan hukum dalam suatu negara dan masyarakat. Pembahasan hu- kum tentang "kedaulatan" (sovereignity) memunculkan suatu teori yang disebut dengan "teori kedaulatan" atau yang oleh HLA Hart di- sebut dengan istilah "the doctrine of sovereignity" (HLA Hart, 1981: )

Herbert Lionel Adolphus Hart yang merupakan ahli hukum berpengaruh besar di abad ke-20 yang berpaham liberal positivisme dan utilitarisme, beraliran kiri, lahir di Inggris dari keluarga Yahudi campuran Jerman-Polandia pada tahun 1907 dan meninggal di Ing- gris pada tahun 1992 dalam usia 85 tahun. Berpendidikan hukum dari Universitas OXxford, Inggris, mengawali profesi sebagai peng- acara, masuk militer bagian intel di M15 Inggris, kemudian menjadi dosen filsafat hukum di Universitas. Oxford, yang setelah pensiun.

dan pemikiran Hart tentang hukum, sehingga dia dapat menghasil. kan karya-karya besar, di antaranya yang paling terkenal adalah bu kunya yang bejudul The Concept of Law (pertama terbit tahun 1961), yang merupakan kumpulan kuliahnya sejak tahun 1952. Sesuai dengan pendapat HLA Hart tersebut, maka apa pun ben- tuk pemerintahan, seperti pemerintahan yang demokratis, totaliter. autokrasi, republik, kerajaan, semuanya tidak mungkin berlang- sung dalam suatu negara tanpa adanya unsur kedaulatan, karena ada yang namanya pemangku kedaulatan, dalam negara demo- krasi kedaulatan dipangku/dipegang oleh rakyat, tetapi di dalam negara totaliter, kedaulatan dipegang oleh penguasa, sementara negara teokrasi, kedaulatan ada di tangan Tuhan. Di samping itu, di dalam hukum berlaku juga dengan cukup kuat unsur "keterusan" (continuity), yang tidak gampang untuk di- ubah-ubah. Karena itu banyak pranata hukum yang sebenarnya ti- dak sesuai lagi atas hukum akan mendapat tantangannya dalam sistem hukum sendiri, utamanya karena dalam sistem hukum tersebut terdapat un- sur keterusan/kontinuitas (continuity) atau unsur persistensi. Per- sistensi ini umumnya dijaga dengan baik oleh para pemegang ke- daulatan dalam suatu negara. Keadaan seperti ini sangat terasa di negara-negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon, ingat suatu perubahan hukum di sana umumnya dilakukan oleh

hakim, yang sebenarnya kurang berani mengubah hukum secara terang-terangan, kecuali melalui selubung "penafsiran hukum" Ka- rena itu, misalnya di bidang hukum kepemilikan tanah, banyak sis- John Austin disebut dengan istilah "kabiasaan umum untuk patuh" (general habit of obedience) (HLA Hart, 1981: 109). Karena itu, ketika suatu hukum sudah mulai diberlakukan dan diumumkan sehingga diketahui oleh publik, maka akan timbul suatu rasa kewajiban un- tuk mengikutinya, meskipun ada orang yang sukar atau bahkan ber- pendapat bahwa tidak logis untuk mengikuti kaidah hukum terse- but, karena banyaknya kelemahan yang terdapat dalam aturan hu- kum tersebut, Biasanya, dalam sistem hukum seperti itu, meskipun ada teriakan-teriakan tentang ketidaksetujuan rakyat,

bersangkutan, dan akan tetap dipertahankan dan diberlakukan oleh kum tersebut diubah, dia akan tetap berlaku bagi masyarakat yang pemegang kedaulatan dalam negara tersebut. B. TEORI PERINTAH Dalam hubungan dengan teori perintah ini, salah satu peng anut paham positivisme yaitu John Austin, menyatakan bahwa: (M.P Golding, 1966: 90): Dengan demikian, maka terhadap perintah oleh seorang pe- mangku otoritas, selama perintah tersebut sah secara hukum dan di- lakukan sesuai dengan dan tidak melampaui kewenangannya yang diberikan oleh hukum, sehingga karenanya disebut sebagai "pe- rintah hukum" maka perintah tersebut wajib dijalankan dan yang mengabaikannya dapat dikenakan sanksi hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun