Kemudian, Jika dengan teori hukum formalisme sebuah ua dang-undang yang dibuat oleh parlemen harus diterapkan dan di jalankan oleh penegak hukum secara apa adanya (secara harfiah) maka teori hukum progresif/responsif mengajarkan bahwa para penegak hukum dapat menyesuaikan aturan-aturan tertulis dengan situasi dan kondisi dalam masyarakat, yang apabila perlu hakim dapat mengubah undang-undang bahkan menciptakan ketentuan yang baru. Di samping itu, Mahkamah Agung juga biasanya miliki hak uji materiel, yakni hak untuk menguji apakan sebuah peraturan tertulis (yang berada di bawah undang-undang) berten- tangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
1. Prinsip konsistensi/kepastian hukum (hukum tidak selalu ber- ubah-ubah berbeda-beda).
2. Prinsip demokrasi. Hukum harus dibuat oleh wakil rakyat (par-
3. Prinsip trias politica (pengadilan hanya menerapkan hukum) lemen).
4. Prinsip larangan retroaktif (hukum tidak boleh berlaku surut). CULS
5. rinsip subjektivitas dan non-netralitas pengadilan.
6. Prinsip non-transparansi pengadilan.
7. Prinsip keterasingan pengadilan.
Dewasa ini hukum dan moral dianggap saling overlapping. Sehingga bila ditinjau dari sifat dan ruang lingkup masing-masing moral dan hukum, maka hubungan antara hukum dan moral men- jadi sebagai berikut:
1. Secara garis besarnya, hukum dan moral menjelajahi wilayah yang sama. Misalnya, jika ada larangan terhadap mencuri atau membunuh, maka larangan tersebut merupakan larangan se- cara hukum di samping juga larangan secara moral.
2. Moral merupakan pelengkap dari hukum. Ketika ada bahwa hukuman terhadap pezina adalah hukuman penjara, bukan dicambuk atau dirajam, maka hal tersebut lebih merupakan kai- dah hukum dari kaidah moral.