Mohon tunggu...
Operariorum
Operariorum Mohon Tunggu... Buruh - Marhaenism

Operariorum Marhaenism, merupakan Tulisan-tulisan mengenai ditindasnya orang Minoritas didalam realitas dan pola-pola diskriminasi yang dilakukan oleh pemilik otoriter, korporat dan kapitalissecara semenang-menang dan tidak adanya keadilan bagi kaum maniver mikro.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Teori yang Bersifat Inheren dalam Hukum

18 Maret 2021   09:04 Diperbarui: 18 Maret 2021   09:19 1176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemudian, teori akal budi dalam hal ini mengajarkan bahwa tentang apa-apa yang dianggap bermoral dan apa-apa yang dianggap pelanggaran moral, sebenarnya ditentukan oleh akal budi dan rasio manusia (human reason) tanpa perlu instruksi atau intervensi dari Tuhan.  Dengan menggunakan akalnya yang rasional, manu- sia dianggap cukup mampu untuk mengerti mana yang dianggap Selanjutnya, teori sosiologis mengajarkan bahwa mana-mana yang dianggap bermoral dan mana-mana yang dianggap melanggar moral, bukanlah merupakan hal yang kekal, tetapi selalu berubah- ubah dan berbeda-beda dari satu tempat ke rempat yang lain, dari bermoral dan mana yang dianggap pelanggaran moral di dunia ini.

mikiran yang hidup dalam masyarakat tersebut. ajarkan bahwa perbuatan mana yang dianggap bermoral dan Untuk menjawab pertanyaan dari mana asal atau sumber dari moral tersebut terdapat juga teori historis.

satu daerah ke daerah yang lain, sesuai dengan perkembangan pe- mikiran yang hidup dalam masyarakat tersebut. Untuk menjawab pertanyaan dari mana asal atau sumber dari moral tersebut terdapat juga teori historis. Teori historis ini mengajarkan bahwa perbuatan mana yang dianggap bermoral dan per- buatan yang bagaimana yang dianggap tidak bermoral dalam suatu kehidupan masyarakat, semuanya sudah lama ada dalam masyarakat, yang dapat ditelusuri dalam sejarahnya. Perkembangan tentang apa vang bermoral dan apa yang tidak bermoral, dan perkembangan tentang kesadaran moral dari masyarakat mengikuti perkembangan historis dari masyarakat tersebut. Terhadap masyarakat di suatu negara yang historisnya matang dalam kaitannya dengan penegakan moral tersebut, maka kesadaran orang-orang di situ, antara lain harus memerhatikan dan melaksanakan kaidah-kaidah harus tetap dijaga dalam komunitas tersebut, tergan- sudah moral yang tung kepada sebaik apa moralitas masyarakat tersebut terbentuk tahap demi tahap dalam perkembangan kesadaran dalam historis bangsa tersebut, yakni kesadaran untuk tidak melanggar prinsip-prinsip moralitas yang ada. Selanjutnya, dalam konteks hubungan antara sektor hukum de- ngan sektor moral, setidak-tidaknya ada empat persoalan besar yang harus dijelaskan oleh ilmu hukum, yaitu sebagai berikut (HLA Hart, 1963: 1):

1. Pertanyaan dari segi historikal: Apakah ketika hukum dibuat, faktor moral ikut memengaruhinya. 2. Pertanyaan dari segi analitikal: Apakah unsur moralitas ikut campur dalam menentukan terhadap layak tidaknya suatu 

3. Pertanyaan dari segi kritik: Apakah hukum terbuka terhadap kritikan-kritikan yang bersifat moral. buah sistem hukum.

kah pelanggaran moral dapat diproses berikan sanksi hukum. hukum secara dan 4. Pertanyaan dari ketegakan hukum (law enforcement): Apa to Terhadap persoalan apakah ketika hukum dibuat, faktor 1 ikut memengaruhinya, pada umumnya jawabannya adalah y moral tor moral memang ikut memengaruhinya, baik pada pembuatan nya, sek. dalam pemu hukum di parlemen, maupun ketika hukum tercipta Selanjutnya, terhadap persoalan apakah unsur moralitas ikut tusan kasus-kasus di badan-badan pengadilan. campur dalam menentukan terhadap layak tidaknya suatu sistem hukum, atau apakah antara moral dan hukum adalah ranah sebenarnya berbeda tetapi kadang-kadang overlapping, ataupun apakah sektor hukum dan moral memiliki konsep yang sama ten- tang hak, kewajiban, tugas, sanksi, kepatuhan, dan lain-lain. Dalam hal ini, jawabannya akan terbagi ke dalam dua kubu, yaitu kubu dari penganut paham hukum alam, dan kubu yang menganut paham hukum positivisme. Jawaban dari kubu para penganut hukum alam lebih menekankan pentingnya peranan unsur moral dalam hukum, sehingga unsur moral harus selalu diperhitungkan dalam mengambil putusan-putusan hukum.

Adapun jawaban dari kubu para penganut paham hukum positivisme adalah bahwa unsur moral tidak perlu diperhitungkan ketika suatu putusan hukum diambil, sebab yang dimaksud dengan hukum hanyalah apa yang ditulis dalam peraturan hukum saja. Tidak kurang dan tidak lebih. Adapun terhadap persoalan apakah hukum terbuka terhadap kritikan-kritikan atau pengujian-pengujian yang bersifat moral, sampai batas-batas tertentu hukum memang terbuka terhadap kritikan-kritikan moral, yakni dalam hal-hal urgensi dari unsur moral tersebut berada pada derajat tertentu sehingga menjadi unsur yang juga harus diatur dan disediakan sanksinya oleh hukum.

Kemudian terhadap persoalan apakah pelanggaran moral dapat diproses secara hukum dan diberikan sanksi hukum, maka jawabannya mirip dengan jawaban untuk nomor tiga tersebut di atas, yang sedemikian urgen, maka bahwa terhadap unsur-unsur moral an hukum, karenanya sanksi hukuman oleh hukum pantas diberlakukan sehingga hukumannya menjadi jauh lebih berat. Dalam hal pelanggaran moral seperti itu dapat disebut juga sebagai pelanggar ini, pelanggaran moralitas publik hampir selamanya merupakan juga pelanggaran hukum.

Yang jelas, suatu perbedaan utama yang paling nyata di antara moral dan hukum adalah ketika kita melihat asal muasal suatu ke- wajiban. Jika itu merupakan kewajiban hukum, maka kewajiban itu berasal dari eksternal pelakunya. Karena itu, ketika dianggap ada- nya kewajiban hukum, maka kewajiban tersebut ada, tanpa perlu memperhitungkan faktor internal seperti maksud, motif, dan lain- lain faktor internal. Adapun suatu kewajiban moral justru digerak-

Namun demikian, antara faktor moral dengan faktor hukum terdapat suatu hubungan fungsional antara lain: 1. Moral diperlukan ketika hukum menjadi sempit dan kaku. 2. Moral merupakan dasar dari otoritas hukum. 3. Moral menyediakan kaidahnya dalam penciptaan hukum. 4. Moral mengisi kekosongan hukum dan mambantu penafsiran hukum. 5. Moral mengarahkan hukum ketika hukum mengalami kontra- diksi internal, dogmatisme, dan irasionalitas. Pemenuhan unsur moral merupakan kriteria bagi suatu kaidah 6. hukum yang bagus.

Di samping itu, ketika ada penafsiran hukum, maka ketika pe- nafsiran hukum itu sendiri harus menggunakan berbagai sumber, salah satunya adalah moral. Akan tetapi, ketika misalnya penafsiran hukum didasari pada faktor yang lain, seperti faktor maksud pa- asalah- ra pembuat hukum, maka tentu tidak terbesit dalam pikiran para pembuat hukum bahwa hukum dibuat secara bertentangan dengan moral. Karena itu, panafsiran terhadap hukum tersebut harus sela- manya tidak boleh ada pertentangan dengan faktor moral tersebut. Kemudian, jika dilihat dari segi teoretis, dikenal apa yang dise- but dengan teori etika nonkognitif. Adapun yang dimaksud dengan dak dapat diverifikasi atau diukur dengan menggunakan metode lo- moral nonkognitif adalah bahwa kaidah-kaidah moral tersebut ti- gis atau empiris. Selanjutnya tentang yang lebih penting antara moral de- ngan hukum, memang, dahulunya, di masa Yunani, orang memandang moral jauh lebih penting dari hukum. Tetapi sejak zaman Romawi, hukum justru dipandang jauh lebih penting dari moral, sehingga begitu banyak hukum dan undang-undang yang dibuat di masa Romawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun