2. Keberlakuan yuridis. Dalam hal ini, aturan hukum tersebut dibuat melalui prosedur yang benar dan tidak bertentangan dengan peraturan lainnya, terutama dengan peraturan yang lebih tinggi.
3. Keberlakuan moral. Dalam hal ini, agar valid, maka kaidah hu- kum tersebut tidaklah boleh bertentangan dengan nilai-nilai moral, misalnya kaidah hukum tersebut tidak boleh melanggar hak asasi manusia atau bertentangan dengan kaidah-kaidah hu- kum alam.
1. Untuk mengetahui eksistensi dari suatu aturan hukum.
2. untuk mengetahui tingkat penerimaan masyarakat dari suatu aturan hukum.
. 3. Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum dari para penegak hukum terhadap kaidah hukum yang bersangkutan.
4. Untuk mengetahui apakah aturan hukum tersebut memang di. maksudkan sebagai aturan yang mengikat secara hukum.
5. Untuk mengetahui apakah akibat hukum jika suatu aturan hukum tidak diikuti oleh masyarakat.
6. Untuk mengetahui apakah perlu dibuat suatu aturan hukum yang baru yang mengatur berbagai persoalan manusia.
7. Bagi seorang lawyer, jaksa, atau polisi untuk memprediksi ke- mungkinan kemenangan kasus yang sedang ditanganinya.
8. Untuk mengetahui apakah ada ikatan-ikatan nonhukum dari dan suatu aturan hukum, misalnya ikatan moral, ikatan lain-lain. Ikatan nonhukum ini tidak pernah diakui oleh para agama, penganut paham hukum positivisme.
Dalam hal ini, yang dimaksudkan oleh Hans Kelsen tersebut adalah bahwa efektivitas berlakunya suatu aturan hukum adalah jika umumnya aturan tersebut diterima berlakunya oleh masyarakat pada umumnya. Jika ada satu bagian dari aturan hukum tersebut ti- dak dapat diberlakukan hanya terhadap satu kasus tertentu saja, jadi merupakan suatu kekecualian, tidak berarti bahwa aturan hukum yang demikian menjadi aturan hukum tidak efektif. paham "Realisme Scandinavia." Mereka menolak berbagai ukuran validitas suatu hukum yang berdasarkan kepada dalil-dalil yang bersifat apriori, das Sollen, metafisikal atau moral, yang menempat- kan hukum lebih tinggi dari fakta. Tetapi, mereka lebih cenderung menggunakan kriteria untuk validitas suatu aturan hukum yang berdasarkan kepada fakta-fakta dalam masyarakat. Karena itu, bagi kaum realisme hukum, ada tambahan persya- ratan bagi validitas suatu aturan hukum, yaitu aturan hukum tersebut harus dirasakan oleh hakim sebagai suatu aturan yang mengikat sehingga dapat dan mau diterapkan oleh hakim tersebut.