Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membongkar Batasan Antara Hal yang Bisa Dikendalikan dan Hal yang Tidak Bisa Dikendalikan

16 April 2025   19:30 Diperbarui: 16 April 2025   16:31 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu ajaran mendasar dalam Buddhisme adalah konsep Anatta, bahwa tidak ada "diri" yang tetap, abadi, dan terpisah dari dunia. Diri hanyalah ilusi dari rangkaian fenomena fisik dan mental yang saling berhubungan dan berubah-ubah. Dalam pandangan ini, mengatakan bahwa "saya bisa mengontrol pikiran saya" tanpa menyadari bahwa pikiran itu sendiri terbentuk dari pengalaman, lingkungan, dan kondisi tubuh, adalah seperti mencoba memegang air dengan tangan terbuka---sebagian mungkin tertahan, tapi sisanya selalu lolos.

Lebih jauh, dalam Patthana, kitab Abhidhamma Buddhis, dijelaskan bahwa semua fenomena---termasuk kehendak dan keputusan pribadi, muncul sebagai hasil kondisionalitas saling ketergantungan (paccaya). Maka, apa yang tampak sebagai "kontrol diri" adalah hasil dari kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan kontrol itu muncul. Ia bukan sumber, tapi akibat.

Niklas Luhmann dan Teori Sistem Sosial

Sosiolog Jerman Niklas Luhmann mengembangkan Teori Sistem yang menyatakan bahwa masyarakat terdiri dari sistem-sistem komunikasi yang saling bergantung dan otonom secara fungsional. Diri, dalam hal ini, bukan pusat kendali absolut, tetapi simpul dalam jaringan komunikasi sosial yang terus beradaptasi.

Dalam kerangka Luhmann, tidak ada sistem tunggal yang dapat mengendalikan sistem lainnya secara total. Artinya, bahkan "kesadaran pribadi" (sebagai sistem psikis) tidak dapat mengendalikan sistem sosial, hukum, atau ekonomi secara langsung. Sebaliknya, sistem-sistem ini saling menyesuaikan dalam proses kompleks yang disebut autopoiesis, yaitu reproduksi dan adaptasi diri melalui komunikasi internal.

Dengan demikian, ketika seseorang merasa "mengatur hidupnya" melalui niat dan tekad, ia sebenarnya sedang bernegosiasi dengan sistem-sistem di luar dirinya, budaya, algoritma, nilai ekonomi, bahkan arsitektur platform digital.

Contoh Konkret: Ekonomi Kreatif dalam Ekosistem Digital

Ambil contoh seorang konten kreator yang ingin "mengontrol" produktivitas dan pertumbuhan kariernya di platform digital. Ia mungkin berpikir bahwa kerja keras, kreativitas, dan konsistensi adalah hal-hal yang sepenuhnya bisa dikendalikan.

Namun, performa karyanya sangat ditentukan oleh algoritma YouTube atau Instagram yang terus berubah dan tidak sepenuhnya transparan. Ia juga bergantung pada tren budaya, perubahan selera audiens, kebijakan monetisasi, hingga kestabilan koneksi internet di wilayahnya. Bahkan, kesehatan mentalnya, yang memengaruhi produktivitas, dipengaruhi oleh komentar dari netizen atau tekanan untuk terus relevan.

Dengan kata lain, kendali atas dirinya terfragmentasi dan tersaring melalui sistem digital, sosial, dan psikologis. Ia bukan pusat kontrol, melainkan simpul dalam ekosistem yang kompleks, dinamis, dan penuh ketidakpastian.

Konsekuensi dari pemahaman ini sangat mendalam: bukan hanya bahwa kita tidak memiliki kontrol absolut, tapi bahwa "kontrol" itu sendiri adalah produk dari interaksi, ia tidak inheren dalam diri, melainkan muncul dari keterhubungan. Maka, membagi dunia menjadi "yang bisa dikontrol" dan "yang tidak bisa dikontrol" adalah mereduksi kompleksitas menjadi biner yang menenangkan tapi menyesatkan.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun