Pandangan Filsafat Peripatetik dan Neoplatonik:
Dalam filsafat Aristotelian yang diadopsi oleh Ibnu Sina, Allah bertindak melalui sebab-sebab sekunder dalam hierarki wujud. Allah tidak secara langsung menciptakan peristiwa-peristiwa duniawi, tetapi mengatur realitas melalui akal pertama, kedua, dan seterusnya, hingga akhirnya sampai ke dunia fisik.
Dalam neoplatonisme yang berkembang dalam sufisme Ibnu Arabi, ada konsep emanasi bertingkat, di mana Allah bertindak melalui manifestasi-Nya di berbagai level eksistensi.
-
Filsafat Modern dan Teologi Proses:
Dalam teologi proses (Whitehead), Allah tidak bertindak secara intervensi mutlak, melainkan memengaruhi realitas melalui persuasi. Ini lebih mendekati gagasan bahwa Allah menggunakan perantara dalam banyak kasus.
Dalam filsafat eksistensialis, seperti dalam pemikiran Kierkegaard, Allah bisa bertindak langsung ketika manusia berada dalam ujian eksistensial terbesar, seperti yang dialami Maryam saat melahirkan.
Dari perspektif ini, pertanyaan tentang "langsung vs. perantara" bukan sekadar perdebatan teologis, tetapi juga menyentuh struktur realitas itu sendiri.
Relevansi dalam Sufisme dan Filsafat Modern
Dalam tradisi sufisme, hubungan antara Allah dan makhluk-Nya dipahami melalui maqam spiritual yang berbeda. Dalam setiap maqam, Allah berinteraksi dengan manusia dalam cara yang berbeda, yang dapat menjelaskan mengapa Allah terkadang bertindak langsung dan terkadang tidak.
Maryam di Mihrab melambangkan maqam tajrid (penanggalan duniawi), di mana manusia mencapai kondisi fana' dan mendapatkan karunia langsung dari Allah.
Maryam saat melahirkan mencerminkan maqam kasab (usaha manusia), di mana seorang hamba tetap harus berusaha meskipun dalam kondisi sulit.