Ibrahim menghancurkan berhala melambangkan maqam mujahadah (perjuangan spiritual dan intelektual), di mana manusia harus mengambil tindakan simbolik untuk mengubah dunia.
Muhammad dalam jihad melambangkan maqam tamkin (keteguhan dalam perjuangan penuh kesadaran), di mana seorang manusia bertindak dalam tataran tertinggi kepemimpinan spiritual dan fisik.
Dalam filsafat modern, relevansi masalah ini semakin kuat dalam konteks AI dan disrupsi teknologi.
Jika Allah bekerja melalui hukum alam, maka apakah AI juga bagian dari "perantara" Allah dalam perubahan zaman?
Jika Allah kadang bertindak langsung, apakah mungkin ada intervensi ilahi dalam kecerdasan buatan, seperti yang diyakini dalam beberapa spekulasi futuristik tentang kesadaran mesin dan singularitas teknologi?
Jika manusia harus memilih berserah atau bertindak, bagaimana kita menentukan kapan harus mengikuti arus inovasi dan kapan harus melawan teknologi yang merusak kemanusiaan?
Pertanyaan tentang kapan Allah bertindak langsung dan kapan melalui perantara bukan hanya soal teologi klasik, tetapi juga soal filsafat realitas dan praksis kehidupan modern.
Dalam sufisme, fenomena ini dijelaskan dalam maqam spiritual yang berbeda.
Dalam filsafat keAllahan, ini berkaitan dengan hakikat hubungan tuhan dengan dunia.
Dalam dunia modern, ini menentukan bagaimana kita harus bersikap terhadap disrupsi teknologi, termasuk AI dan pergeseran peradaban.
Memahami pola intervensi Allah adalah kunci untuk menentukan kapan kita harus berserah, kapan harus bertindak, kapan harus melawan, dan kapan harus berjuang habis-habisan.