Mukjizat dan intervensi ilahi tidak bersifat acak, tetapi memiliki hikmah dalam konteks sejarah dan peradaban.
Dengan demikian, doa Muhammad di Badar bukanlah bentuk negosiasi dengan Allah dalam arti literal, tetapi manifestasi dari kesadaran seorang nabi akan peran umatnya dalam menjalankan misi ketuhanan. Intervensi Allah pun bukan sekadar tindakan arbitrer, tetapi bentuk kehendak ilahi yang bekerja dalam keteraturan dunia.
Kesimpulan Bab 2
-
Doa Muhammad di Badar menggugah akal kita tentang hubungan Allah dan makhluk-Nya.
Intervensi Allah dalam sejarah Islam selalu terjadi dalam bentuk yang tetap mengikuti hukum alam (sunatullah), bukan dalam bentuk yang mengacaukan keteraturan dunia.
Mukjizat bukanlah pelanggaran terhadap hukum alam, tetapi bagian dari mekanisme yang telah Allah tetapkan dengan hikmah-Nya.
Paradigma ini menantang paham yang menolak intervensi Allah (deisme) maupun yang melihat Allah sebagai sekadar bagian dari alam (panteisme).
Pemahaman ini bukan sekadar refleksi sejarah, tetapi juga relevan dalam menghadapi disrupsi kehidupan akibat AI dan perubahan besar lainnya. Jika kita memahami bagaimana Allah bertindak dalam sejarah, kita juga bisa memahami bagaimana bertindak di zaman kita sendiri, dengan memadukan usaha, strategi, dan kesadaran spiritual dalam satu kesatuan yang harmonis.
Bab 3. Perspektif Sufisme terhadap Intervensi Allah
1. Maqam Spiritual dalam Sufisme: Menafsir Intervensi Allah
Dalam tradisi sufisme, perjalanan spiritual manusia dipetakan dalam berbagai maqam (tingkatan kesadaran spiritual). Salah satu isu fundamental yang berkaitan dengan maqam ini adalah bagaimana seorang hamba memahami intervensi Allah dalam hidupnya: apakah Allah bertindak langsung, ataukah Allah bekerja melalui hukum alam (sunatullah) dan usaha manusia?