3. Sufisme Menawarkan Sintesis: Kehadiran Allah Bukan Hanya dalam Mukjizat, tetapi dalam Keteraturan yang Tampak 'Alami'
Salah satu kekeliruan dalam memahami intervensi Allah adalah anggapan bahwa Allah hanya hadir dalam peristiwa-peristiwa spektakuler, seperti mukjizat para nabi. Sufisme menawarkan perspektif yang lebih luas: kehadiran Allah juga bisa dirasakan dalam keteraturan yang tampak 'biasa'.
Maqam tawakkul dalam sufisme menekankan bahwa segala sesuatu berasal dari Allah, bahkan dalam hal-hal yang tampaknya biasa dan alami.
Seseorang yang mencapai maqam baqa' akan melihat kehadiran Allah dalam hukum alam yang bekerja dengan sempurna, bukan hanya dalam intervensi supranatural.
Dengan demikian, peristiwa sehari-hari seperti tumbuhnya tanaman, aliran air, atau munculnya inspirasi dalam hati seseorang juga merupakan bentuk intervensi Allah, meskipun tidak melanggar hukum alam.
Pemahaman ini mencegah dua ekstrem:
Ekstrem skeptisisme, yang menolak segala bentuk intervensi Allah.
Ekstrem irasionalitas, yang menganggap Allah harus selalu bertindak di luar hukum alam untuk membuktikan keberadaan-Nya.
Dengan memahami bahwa kehadiran Allah tidak harus dalam bentuk mukjizat, tetapi juga dalam keteraturan alam yang penuh makna, sufisme menawarkan pendekatan yang lebih holistik dan koheren dalam memahami relasi antara Allah, manusia, dan dunia.
4. Kritik terhadap Filsafat yang Menolak Intervensi Ilahi Menunjukkan bahwa Kehadiran Allah Tidak Bisa Direduksi Hanya pada Mekanisme Fisik, tetapi Juga Mencakup Dimensi Metafisis dan Pengalaman Spiritual
Banyak aliran filsafat modern, seperti materialisme dan empirisme radikal, menolak intervensi Allah dengan alasan bahwa hanya fenomena yang bisa diukur dan diuji secara empiris yang dapat dianggap nyata. Namun, pendekatan ini memiliki kelemahan mendasar: