Mohon tunggu...
Igniz Patristiane
Igniz Patristiane Mohon Tunggu... -

kerja, kuliah, me-time. perpaduan dari legitnya seduhan panas vanilla latte dengan topping whipped cream pada pagi hari yang dingin. dengan menulis di waktu senggang serasa menikmati roti bakar selai nanas dengan taburan keju bagiku :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lena

24 April 2017   14:18 Diperbarui: 25 April 2017   02:00 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hati Lena berdesir seketika. Ia mengangkat wajahnya ke depan.

“Aku tidak tahu alasan mengapa aku merindukanmu,” Indra memperjelas pengakuannya. Lena mulai membayangkan ia masih berada di lobby dan menanti irama piano memainkan musik yang lain, mungkin irama Swan Lake yang biasa didengarkan dalam pertunjukan ballet.

“Jadi, aku tidak bisa bertanya lagi apa yang membuatmu merindukanmu,” Lena melirik Indra. Ia lalu tersenyum, sedikit mencoba membuat Indra tergetar.

“Ya,” Indra sedikit terbahak. “Jadi, jangan bertanya.”

Lena tertawa kecil. “Baiklah, kamu bilang akan memberiku sesuatu,” ia menepuk bahu Indra. “Apa itu?”

Indra mengerling, dan membuat bibir Lena menguntai senyuman lebar. Saat ia beranjak berdiri, Lena mendongak menatapnya. Untuk beberapa saat mereka saling pandang. Suasana sangat hening, dengan hembusan dingin udara air conditioner. Seketika Lena merasa begitu teduh dengan perasaan nyaman yang tercipta di antara mereka.

Lena mendapati tangan Indra perlahan mengulur ke arahnya. Ia tersenyum dan berkata dengan sangat hati-hati, “Aku menaruhnya di kamar,” Lena masih diam, “kaca besarnya pun ada di sana, sebagai pintu dari wardrobe,” meskipun tidak terdengar gagu, Lena tahu Indra sedang berkonsentrasi menyusun kalimatnya. “Aku pikir sekaliyan kamu mencobanya di kamar, Lena.”

Kata-kata Indra membuat Lena mengernyitkan kedua matanya. Ia berusaha mencerna, dan menebak apa kira-kira hadiah dari lelaki itu untuknya. “Baiklah, aku ikut,” ia menerima uluran tangan Indra. Didengarnya Indra mendesahkan tawa yang samar-samar sarat perasaan lega.

Untuk pertama kalinya Lena melihat kamar Indra, dan itu tidak terbayangkan sebelumnya oleh Lena. Saat masih kuliah, Lena pernah bertandang ke kamar kost pria yang menjadi pacarnya saat itu. Sepetak kamar yang sangat sederhana, hanya sebuah dipan yang terbuat dari kayu dengan bed yang tidak empuk sama sekali. Terdapat sebuah lemari kayu dengan kaca berukuran persegi panjang di salah satu sisinya. Ada beberapa buku bertumpuk di atas sebuah meja yang berdebu. Kala itu Lena dapat mengerti karena mantan pacarnya itu adalah type seorang laki-laki yang simple. Seperti kebanyakan lelaki di dunia ini.

Lena secepat kilat merubah pendapatnya saat ini. Memasuki kamar Indra terasa seperti seorang putri yang kali pertama menemukan pangeran sejatinya.

Antara dirinya dengan Indra tidak pernah terjadi perdebatan di setiap pertemuan mereka. Lena tidak pernah mendengar Indra mengadu argumen untuk suatu masalah yang berkaitan dengan porsinya sebagai lelaki atau Lena sebagai perempuan. Belum pernah Lena mendapati Indra menonjolkan lewat kata-katanya hanya untuk menyadarkan Lena sebagai seorang perempuan bahwa posisinya sebagai seorang pria. Dan, Indrapun belum pernah menunjukkan gelagat ingin dimengerti sebagai seorang pria yang ringkas oleh Lena.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun