Mendengar Maya, seketika hati Lena tersentak. Ia menoleh menatap Maya.
Maya mengangguk-angguk memastikan. “Aku sudah berlaku tidak adil pada Vera. Sekarang, sebagai kakak, aku memberikan restu kepada mereka, dan berpesan kepada Ardi agar ia menjaga adikku dengan sebaik-baiknya.”
Pada malam harinya, sewaktu Lena dan yang lain bersiap pulang, Indra telah berdiri di depan pintu masuk biro. Ia menunggu Lena di sana. Lena agak tertegun dengan kehadiran Indra. “Hey,” sapa Lena setelah mengenakan jaket mantelnya yang berwarna hitam.
Indra tersenyum lebar. “Aku mencari tahu lokasi biro tempatmu bekerja. Ternyata memang dekat sekali di sini,” Indra segera menggandeng tangannya untuk berjalan pulang.
Lena menoleh ke belakang dan melihat Maya dan beberapa teman mengamatinya. Mereka baru sekali ini melihat seorang laki-laki menjemput Lena pulang. Mungkin mereka bertanya-tanya mengapa Lena tidak memperkenalkannya. Lena menunjukkan raut takberdaya kepada mereka, dan Maya merapatkan bibirnya seraya mengangguk, isyarat hal itu tidak masalah. “Pergilah,” bisiknya sembari mengibaskan tangannya ke arah Lena.
“Indra,” pada saat mereka telah keluar dari gang, Lena bertanya, “kamu belum sempat aku kenalkan dengan teman-temanku.”
“Oh, maaf, Lena, aku terlalu terburu-buru sehingga hal itu tidak terpikirkan olehku.”
Lena mengernyit. “Mengapa kauterburu-buru untuk bertemu denganku?”
Indra tersenyum. “Aku ingin memberimu sesuatu. Aku baru saja berjalan-jalan di Seibu dan melihat ada yang menarik yang dapat kuberikan untukmu.”
Indra membawa Lena ke apartemen. Irama piano terdengar memenuhi lobby yang besar dan megah itu, dimainkan pada nomor 6 untuk Valse Sentimentale, Op 51. Musik klasik gubahan dari composer Tchaikovsky. Akan tetapi, Lena tidak dapat berlama-lama di lobby karena tangan Indra yang membimbing lembut pinggangnya terus mengajak berjalan menuju lift unit F.
“Aku suka musik tadi,” Lena menatap Indra dan tersenyum.