Mohon tunggu...
Igniz Patristiane
Igniz Patristiane Mohon Tunggu... -

kerja, kuliah, me-time. perpaduan dari legitnya seduhan panas vanilla latte dengan topping whipped cream pada pagi hari yang dingin. dengan menulis di waktu senggang serasa menikmati roti bakar selai nanas dengan taburan keju bagiku :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lena

24 April 2017   14:18 Diperbarui: 25 April 2017   02:00 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Saat Indra telah mengantarkan Lena tepat di depan pintu rumah, Lena bertanya apakah istrinya akan marah. Indra mengatakan bahwa istrinya tidak tahu, dan itu jelas bagi Lena. Lena bertanya lagi, apakah ia boleh melihat foto istrinya. Indra menjawab ia tidak menyimpan foto istrinya, baik di dompet ataupun di ponsel. Akan tetapi, Indra menyebut bahwa wajah istrinya seperti seorang aktris luar negeri, Scarlett Johansson.

Lena pernah membaca nama itu di beberapa majalah yang ia baca di deretan rak toko buku yang ia datangi. Ia tidak pernah membeli majalah seumur hidupnya. Majalah-majalah yang pernah ia miliki adalah majalah anak dengan latar keluarga kelinci yang dibelikan ayah ibunya terakhir sampai ia berusia dua belas tahun.

Ia menyukai nama itu sehingga dapat ia ingat dengan jelas. Nama Scarlett Johansson mengingatkannya pada sesuatu yang tampaknya elegan, mewah, dan tak tersakiti. Jauh sebelum ia mengenal Indra ia sudah menyukai nama itu, di samping nama belakang aktris itu yang membuat Lena berpikiran bahwa kehadiran wanita itu sesegar kehadiran bayi bersih yang baru saja dimandikan. Dan, mungkin ia sendiripun tidak ingin menyakitinya.

Melalui internet di ponselnya, Lena membuka web safari dan mengetik nama Scarlett Johansson. Beberapa foto di laman google menampilkan foto aktris Hollywood tersebut, familiar dengan foto-foto yang pernah ia lihat di majalah.

Saat tengah membaca biografi Johansson di situs Wikipedia, ponselnya bergetar. Layarnya menampilkan nama Indra serta pilihan untuk menerima panggilannya atau tidak. Agak lama, Lena menerimanya.

“Lena, apakah kamu benar-benar baik-baik saja malam ini?”

Lena tersenyum. Ada suatu kelegaan mengisi rongga dadanya yang ia biarkan hampa beberapa waktu tadi. Ia tenang setelah Indra menghubunginya. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Indra.”

*          *          *

Lena kembali ke kebiasaan barunya, makan malam bersama Indra sepulang kerja. Kali ini Indra mengajaknya makan malam di salah satu restoran yang ada di Plaza Indonesia, Kitchenette.

Mereka memesan dua gelas beer serta air putih dingin, aglio olio, cheese burger, dan untuk dessert Lena akan menentukan pilihannya selesai makan. Lena tidak banyak bercerita karena selama menikmati spaghetti-nya, ia tidak ingin tampil seperti gurita yang tangannya terburai-burai keluar dari mulutnya. Ia membiarkan Indra berbicara mengenai banyak hal, seperti biasanya.

Percakapan Indra membawa bayangan Lena terbang ke Perancis. Ia mengajak Lena melihat sepiring croissant di salah satu kafe outdoor favoritnya, dekat dengan Menara Eiffel. Menikmati sinar mentari pagi di bawah Menara itu terasa sangat luar biasa, begitu kata Indra. Kemudian, ia bercerita pengalamannya berjalan-jalan ke Museum Louvre. Indra mengatakan bahwa ia baru sekali ke Louvre dan belum menjelajah semua sudutnya. Namun, ia senang pada akhirnya dapat melihat lukisan Mona Lisa, sekalipun ia melihatnya di tengah hiruk pikuk kerumunan pengunjung lain yang membuat ia tidak sepenuhnya dapat menyentuh kedalaman aura romantis dari lukisan karya Leonardo Da Vinci itu.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun