Mohon tunggu...
Igniz Patristiane
Igniz Patristiane Mohon Tunggu... -

kerja, kuliah, me-time. perpaduan dari legitnya seduhan panas vanilla latte dengan topping whipped cream pada pagi hari yang dingin. dengan menulis di waktu senggang serasa menikmati roti bakar selai nanas dengan taburan keju bagiku :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lena

24 April 2017   14:18 Diperbarui: 25 April 2017   02:00 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Mari kita pulang semuanya,” Maya mengunci laci meja kerjanya sedangkan Devo beranjak mematikan air conditioner yang masih menyala. Beberapa juga sudah tampak selesai membersihkan sofa-sofa empuk berwarna dominan hijau muda polos, memoles jendela kaca dan meja-meja warna putih susu dengan lap basah berbau detol. Lena sendiri telah meletakkan sapu yang baru saja ia gunakan untuk menyapu lantai keramik.

Mereka berenam meninggalkan tempat kerja mereka dalam keadaan ruang yang gelap. Hanya sebuah lampu remang-remang yang menerangi halaman luar biro perjalanan wisata itu.

Kantor biro itu berada di sebuah gang kecil yang ramai. Tempat di mana banyak rumah kontrakan yang banyak disewa oleh orang-orang yang bekerja di gedung-gedung pencakar langit di jalan besar tepat di ujung gang. Dengan mengenakan mantel kulit warna cokelat, Lena menyusuri jalan sempit gang itu. Ia tidak tergoda dengan gerobak-gerobak penjaja aneka makanan yang berjejalan di pinggiran. Orang-orang berdesakan untuk mendapatkan menu makan malam dengan harga lebih murah di gang itu.

Ke luar dari gang, seperti biasa, Lena meneruskan perjalanannya menuju sebuah mall besar di seberang jalan. Untuk menuju ke sana ia melewati satu mall lagi yang sama sekali belum pernah ia singgahi dari awal ia berpindah ke kota metropolitan ini. Bukan apa-apa, tetapi hasrat Lena tidak pernah muncul untuk bertandang ke dalamnya. Gerai-gerai di dalam mall itu merupakan gerai-gerai sepi yang tampak begitu mewah. Mereka menata produk-produknya dengan sentuhan artistik dan memiliki pramuniaga yang mengenakan jas dan dasi. Kabarnya, tidak ada ruang khusus untuk parkir kendaraan beroda dua. Dan, karena Lena sendiri tidak memiliki kendaraan apapun, ia bisa merasakan kehadirannya di dalam mall itu hanya membuatnya malu terhadap dirinya sendiri.

Dan, satu mall lagi yang menjadi tujuannya sebenarnya juga adalah mall yang besar. Hanya saja mall itu lebih ramah baginya. Banyak gerai di dalamnya yang menjual barang-barang yang masih mampu ia beli. Foodcourt yang berada di lantai tiga menyediakan menu yang bersahabat baik dengan perut maupun kantongnya. Selain terdapat halaman parkir besar untuk kendaraan bahkan yang tanpa mesin sekalipun, mall itu menyediakan lorong khusus yang berakhir dengan empat lift yang dapat membawa pengunjungnya langsung dapat menyambangi lobby menara yang ramai. Lobby gedung perkantoran itu di sudutnya juga terdapat sebuah ruang untuk bank dan mesin-mesin ATM yang berjajar rapi memanjang. Dari pintu keluar dekat bank itu Lena akan melanjutkan perjalanannya sedikit lagi ke halte bus.

Lena akan lebih menghemat waktu saat pulang melewati mall itu. Selain itu, ia sekaligus bisa cuci mata.

Seperti kali ini Lena berencana memasuki salah satu toko besar yang banyak menyediakan produk-produk untuk wanita. Ia ingin melihat-lihat aneka krim wajah berikut harga-harganya. Dilangkahkannya kaki menuju sisi barat gedung, menaiki eskalator ke lantai satu. Setelah berbelok ke arah kanan, Lena sudah mendapati Seibu Store di hadapannya.

Gerai toko itu lumayan besar dibanding beberapa gerai di kiri kanannya. Lena dapat melihat di bagian depan counter-nya terdapat beberapa etalase yang bercahayakan lampu halogen dari sisi dalamnya. Di situ diletakkan dengan rapi bermacam-macam jenis krim wajah di dalam wadah-wadah yang berkilauan. Meskipun Lena belum pernah membeli barang satupun krim anti penuaan, ia suka melakukan survey akan harganya. Sadar ataupun tidak suatu saat ia akan mulai mempertimbangkan untuk memasukkan krim seperti itu di daftar belanja bulanannya.

Seorang pramuniaga dengan seragam putih berkeliman merah mendekatinya. Tersenyum, pramuniaga itu menyodorkan kepada Lena kartu-kartu kecil panjang berbau harum dan segar. Lena tidak pernah menolak setiap ada pramuniaga toko menawarkan kepadanya parfum-parfum mahal yang disemprotkan ke sebuah kartu untuk kemudian diserahkan kepadanya. Kartu-kartu berbau harum itu sedianya sering ia jadikan pembatas novel yang ia baca setiap malam sebelum tidur.

“Mampirlah sebentar, Ibu,” ajak pramuniaga itu. “Itu adalah aroma floral. Yang ini,” Lena melihat pramuniaga itu mengambil sebuah botol berbentuk tabung yang bening dengan tutupnya berwarna silver. “Mungkin Ibu akan tertarik dengan keharuman tuty fruty,” ia kembali mengambil botol yang lain, mengangkat satu kartu dengan tangan kirinya, sedang tangan kanannya mulai menyemprotkan botol itu ke udara. Keharuman bunga bercampur buah-buahan yang manis. Lena tersenyum, dan gerakan kepalanya reflek sedikit menoleh ke arah samping kirinya.

Seorang pria tampak sedang memperhatikannya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun