Mohon tunggu...
Igniz Patristiane
Igniz Patristiane Mohon Tunggu... -

kerja, kuliah, me-time. perpaduan dari legitnya seduhan panas vanilla latte dengan topping whipped cream pada pagi hari yang dingin. dengan menulis di waktu senggang serasa menikmati roti bakar selai nanas dengan taburan keju bagiku :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lena

24 April 2017   14:18 Diperbarui: 25 April 2017   02:00 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Satu karya lain yang Indra kagumi adalah patung Venus de Milo. Lena mengangguk-angguk, meyakinkan Indra bahwa ia memberikan perhatian besar terhadap ceritanya. Setelah menelan kunyahannya, Lena bertanya, “Kau pergi bersama istrimu ke Louvre?”

“Ya, aku pergi bersamanya.”

Lena mengerjapkan kedua pelupuk matanya. “Kau merindukannya.”

Indra mendesahkan tawa. “Aku tidak kesepian saat berada jauh dari Perancis.”

Di rumah, sehabis menggosok gigi dan mengenakan piyama tidur, Lena mematikan lampu tetapi belum berniat untuk berbaring. Ia duduk di kursi, menatap pantulan wajahnya pada kaca rias dari cahaya lampu baca yang masih ia nyalakan. Ia tidak pernah melihat Indra tampak merasa bersalah kepada wanita yang telah ia nikahi ketika sedang bersamanya. Namun, setiap menatap mata Indra, Lena juga tidak pernah bisa mendapati hal-hal yang tidak baik ataupun kesalahan-kesalahan yang seperti boomerang akan dapat ia timpakan kepada laki-laki itu. Yang Lena lihat dari Indra hanyalah lelaki itu memiliki pancaran mata dan kehangatan yang sangat ia butuhkan. Dan, Lena mulai tidak dapat menjauh darinya.

Esok harinya Maya menyerahkan sebuah kartu undangan dalam bentuk hard copy di dalam sebuah amplop warna emas dengan taburan glitter yang penuh. Itu adalah undangan pernikahan Vera. Sebagai salah satu dari anggota keluarganya, Maya dapat ikut mengundang beberapa teman yang dekat dengannya. “Semoga setelah pernikahan Vera, aku dapat kembali berkonsentrasi dengan kehidupanku.” Ucapan Maya membuat Lena yang tengah mengamati undangan itu jadi tersenyum kecil.

Maya tengah mengatur tumpukan berkas di mejanya, dan setelah selesai ia mengambil satu bungkus biskuit kegemarannya. Seperti biasa, ia membuka dan mengeluarkan isinya di atas sebuah piring ceper porselen warna putih. Ia akan menikmatinya dengan secangkir teh panas yang manis.

“Sepertinya kamu sudah memberikan restumu untuk pernikahan Vera,” kata Lena.

“Yah,” Maya menyeret kursinya lebih ke dekat mejanya, “aku akhirnya menyadari bahwa bagaimanapun pernikahan mereka adalah kehendak Tuhan. Vera segera sembuh mendekati hari H pernikahannya. Dan, setelah banyak mendengarkan cerita-ceritanya semasa berpacaran dengan Ardi, akupun sependapat bahwa masa itu haruslah diakhiri dengan pernikahan. Tidak seharusnya mereka hanya berhubungan dalam ketidakpastian seperti itu.”

Lena menguntai senyuman.

“Mereka telah menempuh kebersamaan lumayan lama. Ternyata sudah banyak yang mereka lalui, senang maupun sedih. Aku juga tidak ingin adikku tersiksa,” Maya mulai tampil lebih segar dari sebelum-sebelumnya. “Apabila hubungan mereka tidak dikukuhkan dalam ikatan pernikahan, aku khawatir adikku akan semakin banyak merasakan sakit hati. Ditambah, posisinya akan sangat mengkhawatirkan pada saat ada perempuan lain menggoda Ardi.”

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun