Lembaran Baru Dinasti Abassiyah
Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (717-720 M), muncul gerakan oposisi yang dipimpin oleh Ali bin Abdullah dengan tujuan untuk menggulingkan kekuasaan Daulah Umayyah. Gerakan ini berhasil membentuk aliansi yang kuat antara kelompok Sunni, Syi'ah, dan masyarakat Persia, yang merasa diperlakukan tidak adil oleh Daulah Umayyah. Tujuan utama dari aliansi ini adalah merebut kekuasaan dari Bani Umayyah dan menegakkan kepemimpinan Bani Hasyim. Mereka memanfaatkan berbagai kelemahan yang ada pada Daulah Umayyah dan menyebarkan propaganda dengan dua tema utama, yaitu al-Musawah (persamaan kedudukan) dan al-Ishlah (perbaikan), yang berhasil menarik dukungan terutama dari kaum Muslim non-Arab dan para ulama Sunni.
Awalnya, gerakan ini dilakukan secara diam-diam, namun kemudian menjadi terbuka setelah Ibrahim bin Muhammad mengambil alih kepemimpinan dan mendapatkan sambutan yang luas di wilayah Khurasan, berkat bantuan dari Abu Muslim al-Khurasany. Setelah Ibrahim dibunuh, kepemimpinan gerakan beralih kepada saudaranya, Abul Abbas. Abul Abbas kemudian memindahkan markas gerakan ke Kufah dan pada akhirnya mendeklarasikan dirinya sebagai khalifah pertama Daulah Abbasiyah.
Abul Abbas melanjutkan perjuangan dengan memimpin pasukannya untuk mengalahkan Daulah Umayyah dalam pertempuran yang terjadi di tepi Sungai Zab dan berhasil menaklukkan kota Kufah. Pasukan Umayyah, yang dipimpin oleh Khalifah Marwan II, mengalami kekalahan dalam pertempuran ini, dan Damaskus akhirnya jatuh ke tangan Abbasiyah pada tanggal 26 April tahun 750 Masehi. Marwan II melarikan diri hingga ke Mesir, namun berhasil ditangkap dan dibunuh pada tanggal 5 Agustus tahun 750 Masehi. Dengan kematian Marwan II, berakhirlah kekuasaan Daulah Umayyah dan berdirilah Daulah Abbasiyah. Meskipun kelompok Syi'ah turut serta dalam aliansi ini, mereka tidak mendapatkan keuntungan politik yang signifikan dan kembali menjadi oposisi terhadap pemerintahan Abbasiyah. (Marzuenda, 2021)
Abu al-Abbas membuka lembaran baru dalam sejarah politik Islam. Dalam pidato pelantikannya di Kufah, ia menjuluki dirinya "As-Saffah" (sang penumpah darah), yang mengisyaratkan penggunaan kekuatan dalam menjalankan pemerintahan. Sebuah karpet eksekusi bahkan diletakkan di sisi singgasana khalifah, sebuah pemandangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Islam. Menurut Muhammad Nashrt, pembentukan kekhalifahan Abbasiyah merupakan hasil dari proses panjang dengan strategi revolusi yang matang. Proses ini dimulai dengan gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh Muhammad bin Abdullah bin Abbas, diikuti oleh propaganda rahasia mengenai hak kekhalifahan Bani Hasyim, pemanfaatan dukungan dari kaum Muslim non-Arab, dan propaganda terbuka yang dilakukan oleh Abu Muslim Al-Khurasani. Sebelum berdirinya Abbasiyah, terdapat tiga pusat kegiatan politik yang penting, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan.
Humaimah menjadi tempat tinggal utama Bani Hasyim, baik para pendukung Ali bin Abi Thalib maupun pendukung Abbas bin Abdul Muthalib. Kufah merupakan wilayah yang didominasi oleh kelompok Syi'ah yang merasa tertindas oleh kekuasaan Bani Umayyah. Sementara itu, Khurasan adalah wilayah yang sebagian besar penduduknya memberikan dukungan kepada gerakan Abbasiyah. Muhammad bin Ali, yang merupakan pemimpin Bani Hasyim pada masa itu, meletakkan dasar-dasar bagi berdirinya Dinasti Abbasiyah. Beliau mempersiapkan strategi perjuangan dan berhasil mengumpulkan banyak pengikut. Upaya-upaya awal Abbasiyah dilakukan secara rahasia. Namun, Imam Ibrahim bin Muhammad berkeinginan agar upaya ini diketahui oleh Khalifah Umayyah, Marwan bin Muhammad. Akibatnya, Ibrahim ditangkap dan dieksekusi. Kepemimpinan gerakan kemudian diwariskan kepada adiknya, Abu al-Abbas, dengan perintah untuk memindahkan markas gerakan ke Kufah. Tanggung jawab kepemimpinan upaya penegakan kekuasaan kemudian dibebankan kepada Abu Salamah.
Abu al-Abbas kemudian pindah ke Kufah bersama dengan para tokoh penting Abbasiyah lainnya. Penguasa Umayyah yang berada di Kufah berhasil dikalahkan dan diusir. Abu Salamah mendirikan kemah di Kufah pada tahun 750 Masehi. Abdullah bin Ali kemudian diperintahkan untuk mengejar Khalifah Marwan bin Muhammad. Pasukan Abbasiyah berhasil mengalahkan pasukan Marwan dalam pertempuran di tepi Sungai Zab. Marwan melarikan diri dan terus dikejar hingga mencapai Mesir, di mana beliau akhirnya terbunuh pada tahun 750 Masehi. Dengan demikian, runtuhlah kekuasaan Bani Umayyah dan berdirilah kekuasaan Bani Abbasiyah di Kufah. (Aprianty, 1970)
Para sejarawan biassanya membagi periode pemerintahan dinasti ini sebagai berikut:
Priode pertama (132 H/750M -- 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
Periode kedua (232 H/847 M -- 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
Periode ketiga (334 H/945 M -- 447 H/1055 M), masa dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.