Pada tahun 262 Hijriah, Ahmad bin Tulun mengalami perselisihan dengan Ahmad Al Muwafiq, yang menyebabkan ketegangan dengan kekhalifahan Abbasiyah. Mesir dan daerah sekitarnya mulai berada di bawah kendali Ahmad bin Tulun, yang kemudian menguasai wilayah Syam hingga ke Sungai Eufrat. Namun, perselisihan ini semakin memburuk setelah kematian Al Muwafiq pada tahun 270 Hijriah. Pada masa pemerintahannya, pajak Mesir mencapai 4.300.000 dinar per tahun.
Setelah Ahmad bin Tulun meninggal, kekuasaan dilanjutkan oleh putranya, Khamarwih, yang meneruskan kebijakan kemewahan dan pembangunan. Namun, kebijakan ini menimbulkan ketegangan, terutama dengan para gubernur di wilayah Mosul, Ambar, dan Damaskus, yang bersekutu dengan Al Muwaffiq untuk mengusir Khamarwih. Meskipun Khamarwih berhasil mengalahkan mereka dalam beberapa pertempuran, ia akhirnya terbunuh pada tahun 282 Hijriah oleh pelayannya di Damaskus. Setelah kematian Khamarwih, Dinasti Thuluniyah mulai goyah. Serangan dari sekte Qaramithah dan ketegangan dengan khalifah Abbasiyah menyebabkan Dinasti Thuluniyah runtuh, dan Mesir serta Syam kembali ke tangan kekhalifahan Abbasiyah setelah diserbu oleh Khalifah Al-Mu'tadid.
Dinasti Ikhsyidiyah (324-358 H)
Dinasti Ikhsyidiyah didirikan pada tahun 324 Hijriah oleh Muhammad bin Thughuj, yang bergelar al-Ikhsyid ("Raja di Raja Raja"). Muhammad bin Thughuj, yang awalnya adalah seorang budak, diangkat menjadi gubernur Mesir oleh Khalifah al-Radhi Billah setelah berhasil mencegah invasi Dinasti Fatimiyah ke Mesir. Dinasti ini dikenal karena hubungan setia dengan kekhilafahan Abbasiyah, meskipun ada upaya untuk menjadikan Mesir sebagai pusat kekhilafahan dengan mengundang Khalifah Abbasiyah Al Muttaqi Billah untuk pindah ke Mesir, yang akhirnya ditolak.Â
Pada masa pemerintahan Muhammad bin Thughuj, Mesir menjadi pusat pertemuan ulama dan sastrawan. Ia dikenal sebagai pribadi yang taat beragama, rajin menghadiri khataman Al-Quran dan sering menangis mendengar bacaan Al-Quran. Pajak Mesir di bawah kekuasaannya mencapai 2 juta dinar per tahun. Setelah meninggal pada tahun 334 Hijriah, kekuasaan diteruskan oleh anaknya, Abul Qosim Anujur, yang masih kecil, sehingga pengawasan pemerintahan diserahkan kepada Kapur.
Pada masa Kapur, Dinasti Ikhsyidiyah menghadapi berbagai ancaman, termasuk serangan dari Dinasti Fatimiyah dari Barat dan sekte Qaramithah dari Timur. Kapur berhasil mengalahkan pasukan Saif al-Daulah al-Hamdani dan memperoleh pengaruh besar di wilayah tersebut. Namun, setelah kematian Kapur, kekuasaan mulai goyah. Anak-anak Muhammad bin Thughuj, termasuk Abul Qosim dan Ahmad, berjuang untuk mempertahankan kekuasaan mereka, tetapi akhirnya, Dinasti Ikhsyidiyah runtuh setelah serangan Dinasti Fatimiyah yang menguasai Mesir pada tahun 358 Hijriah.
Dinasti Hamdaniyah di Aleppo dan Mosul (317-394 H/929-1002 M)
Dinasti Hamdaniyah didirikan oleh Hamdan bin Hamdun bin al-Harith dari kabilah Thuglub dan berkuasa di wilayah Aleppo, Mosul, dan Al Jazirah, yang terletak di perbatasan Romawi (Bizantium). Dinasti ini dikenal karena kesetiaannya terhadap kekhilafahan Abbasiyah, meskipun sering terlibat dalam konflik internal dan perang melawan berbagai musuh, termasuk sekte Qaramithah dan Dinasti Fatimiyah.
Salah satu tokoh terkenal dalam Dinasti Hamdaniyah adalah Saif al-Daulah al-Hamdani, seorang sastrawan dan penyair yang juga dikenal karena perjuangannya melawan Romawi. Ia memimpin pasukannya dalam perlawanan yang berfokus pada pertahanan terhadap gempuran Romawi, dengan medan pertempuran seperti Malthiyyah, Al-Hadats, dan Mar'asy menjadi saksi perlawanan sengit. Saif al-Daulah membangkitkan semangat jihad dan perjuangan melawan Romawi, yang menjadi bagian penting dalam sejarah Islam, bahkan dikatakan sebagai bagian dari perjuangan yang mengarah pada Perang Salib.
Selain Saif al-Daulah, keluarga Hamdaniyah juga terkenal dengan perubahan hubungan mereka dengan kekhilafahan Abbasiyah, yang terkadang harmonis dan terkadang penuh ketegangan. Sebagian besar penguasa Hamdaniyah cenderung mendukung sekte Syi'ah, dan Abul Haija' dianggap sebagai pendiri asli dinasti ini. Setelah berbagai pertempuran dan perubahan pemerintahan, kekuasaan Dinasti Hamdaniyah di Mosul berakhir pada tahun 358 Hijriah, meskipun beberapa anggota keluarga masih memegang pengaruh di beberapa wilayah hingga tahun 394 Hijriah.
Dinasti Fatimiyah