Pendiri sesungguhnya dari dinasti ini adalah Sabaktekin (976-997 M), yang memperluas kekuasaannya hingga wilayah Peshawar di India dan Khurasan di Persia. Raja paling terkenal dari dinasti ini adalah Mahmud bin Sabaktekin (999-1030 M), yang dikenal karena serangan-serangan militernya ke India utara antara tahun 1001-1024 Masehi. Mahmud berhasil menancapkan pengaruh Islam di Punjab dan Lahore serta menjadi penguasa Turki pertama yang diberi gelar Al-Ghazi (pejuang agama). Ia juga berhasil memperluas kekuasaannya ke wilayah barat, termasuk menguasai Irak-Persia dari Buwaihi-Syi'ah.
Mahmud dihormati oleh Khalifah Abbasiyah yang memberinya gelar Yamin al-Dawlah (Tangan kanan Negara) dan Amniul Millah (Pengaman Agama). Meskipun secara formal mengakui khalifah, Mahmud dan penerusnya cukup berpuas diri dengan gelar amir dan sayyid tanpa terlalu memperpanjang hubungan politik dengan Abbasiyah.
Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Ghaznawi terjadi setelah kematian Mahmud bin Sabaktekin, karena kurangnya kekuatan militer yang kuat. Wilayah-wilayah mulai memerdekakan diri, dan kekuasaan kecil baru bermunculan. Di India, dinasti Muslim independen terbentuk, sementara di wilayah utara dan barat muncul Dinasti Khan dari Turkistan dan Dinasti Saljuk dari Persia. Pada tahun 1186 Masehi, Dinasti Ghuriyah dari Afghanistan memberontak dan menghancurkan pengaruh Ghaznawi di Lahore, menandai runtuhnya dinasti ini.
Dinasti Seljuk (1037-1157 M)
Sejarah berdiri dan perkembangan politik Dinasti Seljuk dimulai dengan datangnya bangsa Turki pada abad ke-11 Masehi yang membawa angin segar bagi Khalifah Abbasiyah yang saat itu hanya berfungsi sebagai simbol pemimpin di bawah bayang-bayang Dinasti Buwaihi. Seljuk, yang berasal dari klan Ghuzz Turki atau Oghuz, mulai berpetualang ke wilayah Bukhara pada tahun 956 Masehi. Di bawah pimpinan Thughril Beg, mereka berhasil merebut wilayah Ghaznawi, seperti Marw dan Naisabur pada tahun 1037 Masehi, dan meluaskan kekuasaannya ke seluruh wilayah yang lebih besar, termasuk Bakh, Jurjan, Thabristan, Khwarizm, Hamadan, Rayyi, dan Isfahan.
Pada tahun 1055 Masehi, Thughril Beg berhasil memasuki Baghdad, di mana Khalifah Abbasiyah al-Qaim (1031-1075 M) menyambutnya sebagai penguasa baru. Thughril Beg diangkat sebagai wali dengan gelar al-Sultan atas wilayah timur dan barat, dan setelah itu, Seljuk menjadi kekuatan dominan di kawasan tersebut. Pada masa pemerintahan Alp Arslan (1063-1072 M), Seljuk mencapai kejayaan lebih lanjut. Alp Arslan mengalahkan Kaisar Romanus Diogenes dalam Pertempuran Manzikert pada tahun 1071 Masehi, yang memiliki dampak besar dalam memicu Perang Salib. Selain itu, Seljuk juga mendirikan kerajaan di Suriah dan Anatolia, dengan Sulaiman bin Quthlumsy mendirikan Seljuk Romawi di Nicea pada tahun 1077 Masehi.
Kemunduran dan runtuhnya Dinasti Seljuk terjadi setelah kematian Maliksyah pada tahun 1092 Masehi, di mana dinasti ini mengalami perpecahan internal yang menyebabkan kerusuhan dan melemahnya stabilitas kerajaan. Meskipun sistem kemiliteran yang ditetapkan oleh wazir Persia, Nizham al-Muluk, sempat mengukuhkan kekuasaan Seljuk, kerusuhan di antara para pewaris dan pembentukan negara-negara semi-independen semakin meruntuhkan dinasti ini. Dinasti Seljuk bertahan secara formal hingga tahun 1157 Masehi, tetapi kekuasaannya mulai terpecah dan berubah menjadi beberapa dinasti, termasuk Seljuk Persia yang berdiri hingga tahun 1194 Masehi dan Seljuk Romawi yang digantikan oleh Turki Usmani pada tahun 1300 Masehi.
Dinasti Khwarizmi (1077-1231 M)
Sejarah Berdiri dan Perkembangan Dinasti Khwarizmi terletak di timur Baghdad, dengan wilayah yang mencakup bagian selatan Khurasan, timur Transoxiana, serta bagian utara dan barat dari negara Turki Barat (sekarang Uzbekistan dan Turkistan). Ketika Dinasti Seljuk melemah, pemimpin Turki seperti Anush Tigin yang sebelumnya merupakan budak Sultan Seljuk Maliksyah, mulai menonjol. Anush Tigin ditunjuk menjadi gubernur di wilayah Khwarizm, yang kemudian dikenal sebagai Dinasti Khwarizmi.
Di bawah kepemimpinan Muhammad Khwarizm Syah, dinasti ini berkembang pesat, dikenal karena kebijaksanaannya dan kedekatannya dengan ulama. Setelah kematiannya, putranya, Atsiz, mengambil alih pemerintahan dan memperluas wilayah kekuasaan, memanfaatkan ketegangan antara suku Qara Khitani dan Dinasti Seljuk untuk merebut Khurasan pada tahun 1141 Masehi, serta memisahkan diri dari Seljuk. Namun, Seljuk berhasil merebut kembali Khurasan pada tahun 538 Hijriah (sekitar tahun 1143 Masehi), memaksa Atsiz untuk mengakui kembali kekuasaan mereka.
Setelah wafatnya Ahmed Sinjar, kekuasaan Seljuk melemah, dan Tekish (berkuasa hingga 1199 Masehi) memperkuat Dinasti Khwarizmi, akhirnya membebaskan wilayah mereka dari pengaruh Seljuk. Ketika Alaudin Muhammad bin Tekish naik takhta, ia berhasil mengalahkan pasukan Sultan Toghrul III dan mengirimkan kepalanya kepada Khalifah Abbasiyah, yang menandai akhir kekuasaan Seljuk di Irak.