2. Sehati tapi Tidak Sepikiran (Emotional Alliance, Ideological Divergence)
Karakteristik: Ada kedekatan afektif atau kekeluargaan yang kuat, tetapi perbedaan pandangan dalam strategi, taktik, atau tafsir nilai. Potensi konflik bersifat kognitif, tetapi bisa diredam oleh loyalitas emosional.
Contoh:
Utsman dan Ali: Keduanya saling menghormati secara pribadi. Ali membela kehormatan Utsman di saat-saat akhir, namun terdapat perbedaan tajam dalam pengelolaan kekuasaan, terutama terkait nepotisme Bani Umayyah yang dilakukan Utsman.
Musa dan Syuaib: Meskipun Syuaib adalah mertua Musa dan sosok bijak yang memberi naungan, tidak ada indikasi bahwa mereka sepikiran dalam seluruh aspek misi profetik. Namun, ikatan emosional (nikah) memperkuat hubungan dan menutup ruang konflik terbuka.
3. Sepikiran tapi Tidak Sehati (Strategic Alliance, Emotional Fragility)
Karakteristik: Terdapat kesamaan dalam agenda, namun hubungan personal rapuh. Potensi konflik muncul dari ketidakpercayaan, kesalahpahaman, atau luka emosional yang belum sembuh.
Contoh:
Ali dan Aisyah: Keduanya menjunjung tinggi nilai-nilai Islam dan punya visi memperbaiki umat, namun hubungan mereka terguncang oleh sejarah masa lalu (kasus ifk) dan akhirnya meletus dalam konflik bersenjata di Perang Jamal. Mereka sepikiran dalam membela Islam, tapi tidak sehati karena luka pribadi.
Musa dan Khidir: Secara misi (menjalankan perintah Allah), keduanya sejajar. Namun Musa kesulitan memahami metode Khidir, dan hubungan mereka tidak berlangsung harmonis secara emosional. Ketegangan muncul dari ketidaksesuaian ekspektasi dan level epistemik.
4. Tidak Sehati dan Tidak Sepikiran (Conflict Zone)