Sementara itu, polisi lain yang tinggi tegap sudah selesai memeriksa isi tas lalu memanggil rekannya yang sudah selesai meminta bantuan tadi. Setelah yakin bahwa benda-benda dalam tas itu adalah peledak, segera saja mereka menyuruh warga menjauh dari angkutan kota.Â
Sekali, dua kali, tiga kali polisi berbadan tinggi tegap itu memberi peringatan, tapi tidak ada warga yang beranjak pergi dari tempatnya karena merasa tidak ada yang perlu dicemaskan.Â
Polisi itu lalu mengeluarkan isi tas dan menunjukkannya pada warga, "Ada bom dalam mobil ini, tolong menjauh, bapak-bapak, ibu-ibu, adik-adik, ada bom yang harus kami amankan," katanya menyodorkan tas berisi dinamit dan granat agar warga melihatnya.Â
Tapi harapan si polisi supaya warga menjauh tidak terwujud. Warga malah makin mendekat ingin melihat dinamit yang ditunjukkan polisi.Â
Para pengendara motor yang mendengar ada dinamit juga ikut mendekat. Mereka memarkirkan motornya di tepi jalan yang bertanda huruf "P" dalam lingkaran yang dicoret merah, menyebabkan kemacetan karena jalanan jadi sempit.Â
Tim penjinak bahan peledak belum datang, tapi lima anggota polisi dari markas kepolisian sektor sudah sampai.Â
Sementara itu Ikbal dan Julian hampir sampai ke Jalan Pasirkaliki dimana mereka akan bergabung dengan Jee.Â
"Drew, sudah aman, kita kembali," kata Ikbal pada temannya yang terakhir. Drew sedang menyeruput gelas teh kedua di lapak jajan pasar saat Ikbal menghubunginya. Dia melihat orang ramai berjejalan di sekitar angkutan kota, tapi dia tetap disitu mengawasi keadaan sesuai yang diminta Ikbal.Â
Drew memakai topi terbalik untuk menutupi earpiece di telinga kanannya dan untuk mencegah kacamata pintarnya bergeser jika dia berlari.Â
Dia hampir tidak mendengar Ikbal karena matanya sedang fokus pada sesuatu yang dilihatnya.Â
"Ikbal, sepertinya ada yang mencurigakan," Drew mendekatkan gelas teh ke bibirnya untuk menutupi bibirnya yang bergerak agar tidak kelihatan orang lain bahwa dia sedang bicara.Â