Jee membukanya. Raut wajah kedua polisi itu menegang karena mereka memukan sepucuk senapan runduk Pindad SPR 2 yang tadi dipakai Rika.Â
"Tolong lepaskan earpiece kalian dan letakkan kedua tangan keatas menempel ke mobil," kata salah satu polisi mengacungkan pistolnya ke arah lima anak muda itu dengan maksud menggeledah mereka.Â
Polisi yang lain sudah selesai bicara melalui radio di motornya dan ikut menggeledah isi mobil. Dalam waktu yang singkat kedua polisi itu telah mengumpulkan empat pistol pelumpuh saraf, GPS receiver, dan sebuah pistol Pindad GT Premium berpeluru metal yang digunakan Julian.Â
Rika, Julian, dan Drew gelisah karena senjata-senjata mereka telah berpindah ke tangan ke polisi yang berarti selanjutnya mereka akan diborgol dan dijebloskan ke penjara.Â
Ikbal menangkap kegelisahan teman-temannya, "Tidak usah kuatirnya. Kita tidak melanggar hukum. Akademi pasti menjamin kita," katanya pada Rika juga pada Drew dan Julian.Â
Empat menit kemudian datang dua mobil polisi dengan sirene meraung-raung yang ditumpangi komandan polisi bersama tiga anak buahnya.Â
Sang komandan turun dari mobil dan menyapa para anak muda yang dilaporkan padanya membawa banyak senjata api. Wajahnya lelah dan tegang karena dia baru saja mengatur anak buahnya di lokasi penembakan dan sudah kena damprat wakil kepala kepolisian daerah.Â
"Selamat siang!" sang komandan ramah.Â
Ikbal dan teman-temannya mengenali tanda satu bunga sudut lima di baju sang komandan sebagai pangkat komisaris polisi yang menandakan si polisi itu mungkin Kapolsek.Â
"Selamat siang, komandan," jawab Ikbal mewakili teman-temannya.Â
"Kalian dari Akademi Insidental dan Keamanan Khusus?" tanya komandan.Â