Mohon tunggu...
Taufiq Agung Nugroho
Taufiq Agung Nugroho Mohon Tunggu... Asisten Peneliti

Seorang bapak-bapak berkumis pada umumnya yang kebetulan berprofesi sebagai Asisten Peneliti lepas di beberapa lembaga penelitian. Selain itu saya juga mengelola dan aktif menulis di blog mbahcarik.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Bisikan Denting Bambu

9 Mei 2025   18:47 Diperbarui: 9 Mei 2025   18:47 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi cerpen: Bisikan Denting Bambu (Sumber: Leonardo)

Sepulangnya dari acara itu, Alfan membuka kelas kecil di balai desa. Ia ajarkan anak-anak memainkan Silotong. Kadang dua, kadang lima. Ia tidak dibayar. Tapi setiap anak yang tertawa saat ketukan mereka menghasilkan nada yang benar, adalah bayaran yang tak bisa dimasukkan ke rekening.

Sebulan kemudian, datanglah tawaran dari luar daerah. Komunitas seni dari kota ingin mengundang. Tawaran pelatihan dari NGO. Bahkan wartawan televisi lokal datang membawa kamera dan pertanyaan—yang semuanya dijawab Alfan dengan cara paling sederhana: lewat denting bambu.

Pak Iwan suatu malam berkata, "Bambu itu sekarang milikmu. Tapi jangan simpan. Bagi."

Dan Alfan mengerti. Ia tidak sedang membesarkan usaha. Ia sedang merawat warisan. Dan diam-diam, warisan itu menyelamatkannya.

Di sudut pasar, warung kopi yang dulu sepi kini kembali ramai. Tapi bukan karena wifi gratis, melainkan karena suara bambu yang sesekali terdengar dari pelataran. Orang datang, duduk, mendengar. Lalu pulang membawa sesuatu yang tidak bisa dibungkus plastik: rasa pulang.

Dan Alfan? Ia tidak lagi merasa kecil saat ditanya, "Kerja di mana sekarang?"

Karena jawabannya bukan satu nama perusahaan, tapi ratusan pasang telinga yang mau mendengar. Bambu yang tak lagi diam. Dan dirinya yang akhirnya punya suara.

Baca cerpen lain:

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun