"Ketika Agus berpikir ia telah mengenal setiap sisi dirinya, satu kepribadian lain yang tersembunyi di kegelapan mulai mengintai—dan mungkin, ialah yang mengendalikan segalanya."
Tony
Pagi itu, langit di luar berwarna kelabu, seakan-akan dipulas tangan yang ragu-ragu. Di balik jendela kaca besar kantornya, Tony menyesap kopi hitam yang mulai dingin, menatap layar laptop yang menampilkan angka-angka dengan ketepatan klinis. Ia menyilangkan tangan di dadanya, mengamati detail laporan proyek yang baru saja ia presentasikan di depan tim klien. Kesepakatan sudah hampir rampung. Jika tidak ada kendala, ia akan mengantongi komisi yang lebih dari cukup untuk hidup nyaman setidaknya dalam beberapa bulan ke depan.
Namun, teleponnya bergetar di meja.
"Jangan pikir kau bisa lolos begitu saja. Aku tahu apa yang kau lakukan."
Tony mengernyit. Nomor tidak dikenal.
Satu tangan mengambil ponselnya, tangan yang lain menekan sudut bibirnya, mencoba mengingat apakah ia pernah membuat seseorang cukup marah untuk mengirim pesan semacam itu. Ia mengetik balasan singkat: "Maaf, siapa ini?"
Tidak ada respon.
Ia menghela napas, membuang gangguan itu dari kepalanya. Mungkin hanya lelucon seseorang yang iri padanya. Dunia bisnis selalu penuh dengan orang-orang yang lebih suka menjatuhkan ketimbang bersaing sehat.
Tetapi sore itu, pesan lain datang.
"Semua akan terbongkar. Bersiaplah."