Mohon tunggu...
Satrio Piningit
Satrio Piningit Mohon Tunggu... -

jer besuki mawa bea

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Supersemar dan Dugaan Korupsi Kol. Soeharto

11 Maret 2016   07:36 Diperbarui: 11 Maret 2018   17:53 16606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber informasi yang menarik untuk disimak adalah Dokumen Supardjo berjudul "Beberapa Pendapat Jang Mempengaruhi Gagalnja G-30-S Dipandang dari Sudut Militer". Itu semacam analisis postmortem (pasca kejadian), merekam detik-detik kejadian di TKP yang dibuat oleh seorang Panglima Komando Tempur yang hadir disitu.

Dokumen Supardjo belum lama ini "ditemukan" oleh Prof. John Roosa di tumpukan arsip Mahmilub yang disimpan di Museum Satria Mandala. Menurut Profesor Sejarah dari University of British Columbia itu, Dokumen Supardjo adalah satu-satunya dokumen yang tersedia sampai sekarang yang ditulis oleh saksi pelaku G30S sebelum tertangkap. Sehingga, dokumen ini memiliki bobot akurasi dan kejujuran yang tinggi, karena dibuat tanpa tekanan, siksaan atau rekayasa propaganda. Detail dari peristiwa aktual yang terjadi di lapangan berdasarkan dokumen ini akan kita bahas pada bab-bab berikut.

7.2. Lima Pimpinan G30S

Tanggal 28 dan 29 September, Supardjo diskusi berdua Syam. Tanggal 30 September malam, ia pergi lagi ke tempat Syam, dan berangkat sama-sama ke Halim untuk memulai operasi. Setibanya di Halim, Supardjo melihat ada lima pimpinan G30S. Tiga dari militer (Letkol Untung, Kol. Latief, Mayor Suyono Komandan Resimen Pertahanan Halim), dan dua dari PKI (Syam dan Pono).

Pasukan militer yang ada disitu adalah 1 kompi pasukan Tjakrabirawa pimpinan Letkol Untung; 2 peleton dari Garnisun pimpinan Kol. Latief; dan 1 batalyon pasukan AU pimpinan Mayor Suyono. Semuanya militer kecuali 2 orang sipil dari PKI itu, Syam dan Pono. Tak ada anggota atau pimpinan PKI yang lain. Oleh sebab itu, Supardjo berasumsi bahwa G30S adalah operasi militer, yang dihadiri oleh 2 orang sipil PKI.

Ia melihat dari kelima pimpinan G30S itu (Untung, Latief, Suyono, Sam dan Pono), yang paling dominan memimpin adalah Syam. Supardjo heran, bagaimana ada operasi militer tapi dipimpin oleh orang sipil.

7.3. Penentuan Target Operasi

Kesaksian lain disampaikan oleh Serma Boengkoes, anak buah Lettu Dul Arief dan sama-sama alumni Kodam Diponegoro. Briefing dilakukan jam 15.00. Disebutkan ada sekelompok jenderal yang akan kudeta terhadap Presiden. Para anggota pasukan percaya dengan isu itu, karena disampaikan oleh komandannya langsung, yang sudah mereka kenal lama sejak di Kodam Diponegoro.

Setelah diberikan pengarahan, para prajurit pelaksana merasa situasi saat itu sangat gawat. Sebagai pasukan Kawal Istana, tugas mereka adalah mengamankan Presiden, termasuk dari upaya kudeta. Dewan Jenderal akan kup tanggal 5 Oktober dan harus ditangkap. Seingat Boengkoes, yang memerintahkan penculikan jenderal itu jadi "hidup atau mati" adalah Lettu Dul Arief, anak angkat Ali Murtopo.

Lalu, pada dini hari pasukan Tjakra dibagi menjadi tujuh oleh Dul Arief dan dikasih tahu sasarannya. Baru disitu terbuka siapa-siapa yang dimaksud dengan “Dewan Jenderal” itu, yakni Jend. A.H. Nasution (KSAB); Letjen A. Yani (Menpangad); Mayjen R. Soeprapto (Deputi II Menpangad); Mayjen M.T. Haryono (Deputi III Menpangad); Mayjen S. Parman (Asisten I Menpangad); Brigjen D.I. Panjaitan (Deputi IV Menpangad); Brigjen Soetoyo (Inspektur Kehakiman AD).

8. Beberapa Kejanggalan

8.1. Mengapa Tujuh Jenderal Itu??

Melihat daftar tujuh jenderal yang dijadikan target operasi itu, ada lima pertanyaan logis yang sangat mendasar.

PERTAMA: Yani dan Nasution adalah dua kutub yang saling bertentangan. Di AD ada “kubu Yani” dan ada “kubu Nasution”. Setelah terjadi friksi tahun 1962, keduanya selalu menghindar upaya-upaya islah yang digagas TNI AD (referensi disini). Dari logika politik, aneh jika dua pucuk pimpinan yang saling bertentangan tiba-tiba kompak membentuk Dewan Jenderal untuk kudeta.

KEDUA: Mayjen Suprapto, S Parman, MT Haryono, Sutoyo dan D.I. Panjaitan adalah anggota SUAD (Staf Umum Angkatan Darat). Di bawah Yani, ada 11 jenderal anggota SUAD. Mengapa yang jadi target adalah 5 jenderal itu??

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun