Mohon tunggu...
Satrio Piningit
Satrio Piningit Mohon Tunggu... -

jer besuki mawa bea

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama FEATURED

Supersemar dan Dugaan Korupsi Kol. Soeharto

11 Maret 2016   07:36 Diperbarui: 11 Maret 2018   17:53 16650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Informasi yang didapat dari "Dokumen Supardjo" ini cukup menarik. Tak ada jenderal yang mau menghadap Presiden untuk lapor bahwa ia baru membunuh para jenderal atasannya. Sebelum Hari-H, persepsinya adalah “menculik para jenderal hidup-hidup” untuk “dihadapkan ke Presiden”, dimana Supardjo diminta jadi jurubicara mereka. Persepsi tentang menculik hidup-hidup ini sejalan dengan kesaksian Syam di Mahmilub tanggal 7 Juli 1967 seperti yang telah dikemukakan di atas.

Seperti telah dikemukakan, Pangkopur Supardjo memang kecewa dengan para jenderal pro-Barat yang dia anggap sengaja menelantarkan pasukannya di front Konfrontasi Malaysia. Ia pun percaya dengan isu kup Dewan Jenderal tanggal 5 Oktober, yang membuatnya pulang ke Jakarta tanggal 28 untuk menemui Presiden tanggal 3 Oktober. Tampaknya Supardjo mendukung gerakan untuk menghadapkan para jenderal itu ke Presiden yang disampaikan oleh Syam.

Supardjo menulis bahwa ia bersedia ikut G30S karena ia pikir didukung oleh PKI, seperti kata Syam. Saat itu, PKI adalah parpol legal terbesar dengan basis massa jutaan orang. Ia pikir, PKI sebagai parpol yang terorganisir pasti telah memiliki rencana yang matang soal ini. Oleh sebab itu, Panglima Komando Tempur itu kaget sekali nantinya melihat operasi G30S sangat tidak terencana. Dan dukungan PKI yang dikatakan Syam ternyata tak ada sama sekali. Hal ini akan kita bahas pada butir 9.1 (Kacau Balau di Lapangan).

Supardjo adalah satu-satunya pelaku militer yang menceritakan alasan mengapa ia bersedia mengikuti G30S, lewat dokumen yang dia tulis sebelum ditangkap dan disiksa. Penjelasannya mungkin dapat menjadi petunjuk tentang alasan mengapa para perwira militer yang lain -- seperti Untung, Latief dan Suyono -- juga bersedia ikut.

Untuk diketahui, pada pengakuan para pelaku yang diberikan setelah ditangkap, seperti laporan interogasi Latief tanggal 25 Oktober 1965, Latief mengaku mengikuti perintah-perintah PKI. Ia dipenjara di sel isolasi selama 13 tahun tanpa disidangkan. Ketika disidang tahun 1978, dalam pembelaannya ia mengatakan pengakuannya tahun 1965 itu dibuat dalam keadaan setengah sadar akibat infeksi luka tusukan bayonet di kakinya. Banyak bekas tapol yang ditahan di Salemba ingat bahwa sel isolasi Latief menyebarkan bau menyengat dari daging yang membusuk. Luka pada kakinya mengakibatkan Latief menjadi pincang seumur hidup(sumber: Latief, "Pledoi Kol. A. Latief", hlm 54-59).

Dalam persidangan-persidangan Mahmilub kemudian, Latief dan Untung bersikeras menyangkal laporan-laporan interogasi mereka bahwa mereka bertindak karena disuruh oleh PKI. Untung menyatakan, ia tak punya hubungan dengan PKI, dan bahwa Untung dan Latief lah -- sebagai perwira militer-- yang memulai G30S. Menurut keterangan Untung di Mahmilub, PKIdiajak ikut serta sebagai tenaga bantuan(sumber: "Gerakan 30 September” Dihadapan Mahmilub, Perkara Untung, hlm 35-37).

6.4. Keterlibatan PKI

6.4.1. Dukungan Politik


Keterlibatan PKI dalam G30S dimulai tanggal 28 Agustus 1965, ketika Aidit menjelaskan dalam rapat Politbiro bahwa ada sebuah “klik perwira progresif” (maksudnya perwira pro-Soekarno) sedang merancang “suatu aksi menentang Dewan Jenderal” (tak disebut apa bentuknya) dan bahwa “partai akan memberi dukungan politis(sumber: Subekti, “Jalan Pembebasan Rakyat Indonesia”, hlm 9).

Dari pernyataan itu, terlihat bahwa Aidit mendengar rencana G30S, rancangannya dibuat oleh “perwira progresif” (bukan dirancang oleh partainya), dan meminta Politbiro PKI untuk memberi “dukungan politis” nantinya. Menurut Subekti, panitera Politbiro PKI, Aidit meminta dukungan politis Politbiro atas permintaan Syam (sumber: Subekti, “G-30-S Bukan Buatan PKI”, hlm 2).

Selama persidangan di Mahmilub, kesaksian seluruh pengurus PKI seperti Njono (Cabang Jakarta), Subekti (panitera Politbiro), Sudisman (Ketua Dewan Harian Politbiro) senada dengan kesaksian para perwira militer seperti Untung dan Latief: bahwa G30S adalah operasi oknum militer dan PKI bersifat memberi dukungan.

6.4.2. Diluar Politbiro

Setelah rapat itu, Aidit sama sekali tak pernah rapat satu kalipun selama bulan September. Padahal biasanya dalam sebulan ia rapat 3-4 kali. Menurut Subekti, hal itu menunjukkan bahwa Aidit bertindak sendiri bersama Syam di luar pengawasan Politbiro (sumber: Subekti, “Jalan Pembebasan Rakyat Indonesia,” hlm 11).

Syam sendiri di Mahmilub mengatakan bahwa "Biro Chusus" PKI yang diketuainya tidak ada dalam struktur partai. Bahkan Hakim Mahmilub sempat bertanya apakah dengan begitu artinya Biro Chusus itu illegal. Syam menjawab "illegal tapi tidak dalam arti negatif, karena biro itu dibentuk oleh Aidit" (sumber: Transkrip Mahmilub tanggal 7 Juli 1967, Kesaksian Syam untuk perkara Sudisman).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun