Mohon tunggu...
MIRANDA NASUTION
MIRANDA NASUTION Mohon Tunggu... Konsultan - Saya perempuan yang hobi menari. Saya anak ragil dari pasangan Alm. Aswan Nst dan Almh Tati Said. Saya punya impian menjadi orang sukses. Motto hidup saya adalah hargai hidup agar hidup menghargai Anda.

Tamatan FISIP USU Departemen Ilmu Komunikasi tahun 2007, pengalaman sebagai adm di collection suatu bank, dan agen asuransi PT. Asuransi Cigna, Tbk di Medan. Finalis Bintang TV 2011 oleh Youngth's management. Pimpinan Redaksi Cilik tahun 2002-2003 (Tabloid Laskar Smunsa Medan).

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Putri Rembulan (Novel Klasik Keluarga)

26 Agustus 2018   16:44 Diperbarui: 3 September 2019   17:01 1998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                 "Perkenalkan ini keluarga saya. Ini suami istri Ahmad Yunus dan Fatimah. Dan ini adalah adik kami yang paling kecil, Ahmad Husein," terang Thoriq setelah mereka berjarak lebih dekat.  Putri Rembulan melihat Ahmad bersaudara mirip satu sama lain. Pangeran dan pengawal, Andi dan putri serta dayangnya  melihat Arab bersaudara tersebut dengan rasa pertemanan. Pendekar menyenggol lengan putri Rembulan. Tampaknya Andi sadar ada lelaki muda yang bisa saja menyainginya. "Ada satu wanita lagi yang belum diperkenalkan kepada kami. Biarkan saya menebak, mungkin istri Tuan Thoriq," Naga Swara beropini dengan girangnya. Lalu Tuan Thoriq mengangguk, "Na'am, istri saya Aisyah.  "Assalamu'alaikum," serentak beberapa orang Arab ini mengucapkan salam. "Walaikum salam," jawab Naga Buana dan lainnya serentak.

            "Saya adalah Naga Swarna. Pertemuan  ini sepertinya sudah ditakdirkan dari yang Maha Kuasa. Berjumpa dengan orang-orang yang cerdas, berani, dan taqwa. Semoga pertemuan ini berlangsung lama dan manis," pangeran kedua menyapa dan berkata lagi," Kali ini izinkan saya abangda untuk memberitahukan nama kita," pangeran Naga Buana memberikan tanda setuju," Abang saya ini Naga Buana, adik saya ini Rembulan dan macik kami Ratna Jelita, adik kami Naga Swara, sahabat kami ini pendekar Andi Maulana," Naga Swarna menjelaskan kata-katanya dengan menunjuk orang yang dimaksud dengan santun, seraya menyembunyikan identitas diri mereka sebenarnya. Rembulan senyum-senyum karena dayangnya kelihatan terlalu muda untuk dipanggil macik.

            Kemudian mereka dipersilakan masuk. Ada tempat pemandian di dalamnya. Ternyata pulau ini memang benar-benar indah. "Subhanallah," ucap Rembulan dalam hati. Karena waktu sholat ashar sudah datang , mereka pun mengerjakan sholat berjamaah di mana sebelumnya mengambil wudhu di tempat pemandian tersebut, karena ada tempat air mengalir. Selesai sholat dan berdoa mereka langung berkeliling mencari makanan.

               "Sepertinya pulau ini tidak bertuan. Bagaimana kalau kita minta ayahanda mengajak beberapa rakyat untuk tinggal di sini, untuk mengembangkan pulau ini?" usul Naga Buana kepada saudaranya yang lain. "Usul abangda bagus sekali," jawab pangeran kedua dan keempat serentak. "Setelah kita pulang kita harus segera menyampaikan usul ini. Anugerah yang diberikan oleh Allah harus dimanfaatkan dengan baik. Namun, kita juga tidak boleh lupa aturan-aturan yang ada," pangeran Naga Swarna menambahi dengan bijaksana.  "Dan bagaimana pendapatmu  pendekar?" tanya Naga Buana berhati-hati.  "Kenapa tidak? Asal itu berdampak positif, tetapi tetap harus memikirkan tata krama berhubungan dengan daerah lainnya," jawab pendekar cerdas sejalan dengan pendapat pangeran Naga Swarna.

"Aku rasa aku sudah tisak sabar lagi untuk menyebut pulau ini dengan sebutan pulau peri elok," kata Naga Swara dan memanggil-manggil nama pulau ini sambil mendendangkannya,

" Pulau peri elok, banyak orang berdecak kagum.


Pulau yang akan dirindukan kapan saja.

Berjuta rasa dan berjuta kesan muncul dibenakku. Kaulah pulau peri elok."

            Mereka memang sedang mencari makanan, tetapi tidak lupa untuk bertegur sapa. Medan yang mereka pilih tidak berbahaya, tetapi tetap harus waspada, karena banyak hewan-hewan yang tinggal di hutan ini. Sambil mencari makanan mereka  membersihkan jalan kecil agar lebih mudah dilalui.  Ranting-ranting pohon dirapikan agar tidak menganggu pemandangan. Mereka mengambil buah yang dapat dimakan dari pohon sekitar. Pendekar melihat-lihat ke sekeliling, yang dicarinya tidak lain adalah sang pujaan hati, putri Rembulan. Dan ternyata sekarang putri Rembulan sedang berada di  dekat  Ahmad Husein. Tuan termuda dari Arab ini sepertinya menaruh hati dengan putri Rembulan. Putri Rembulan pun merasa sedikit kikuk. Matanya terus awas agar tetap bisa memandang Andi Maulana sang jawara atau sang kapten, pujaan hatinya yang masih terus dirindukannya.

            Dalam hati putri Rembulan kalau saja Rembulan tidak berjumpa terlebih dahulu dengan sang kapten, bukan tidak mungkin dia jatuh hati kepada Ahmad Husein. Betapa beruntungnya dia kalau bisa lebih dekat dengan keluarga saudagar yang baik hati dari Arab ini, meskipun hanya sebagai saudara, karena hatinya sudah untuk kapten. Jadilah dia teringat dengan sayembara yang diadakan oleh ayahanda dan ibundanya di istana. Menurutnya usia Ahmad Husein tidak jauh dari abang sulungnya, berarti cocok kalau disandingkan dengan kakaknya, putri Cempaka.   Kemudian Maulana mendekati Rembulan.

                                                                                                                                                         """"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun