Lima belas menit kemudian, aku udah di jok belakang Honda GL Pro hitamnya.
Kita mampir dulu ke RM Padang H. Munir yah, laper... belom mamam," katanya.
Aku bengong.
RM H. Munir?
Aku tahu tempat itu. Letaknya agak nyempil, bangunannya dari papan kayu, dan kelihatan kayak rumah biasa.
Tapi tiap lewat sana, pasti penuh mobil pribadi parkir.
Papa pernah bilang, itu rumah makan legend. Tapi aku nggak pernah berani coba.
"Itu tempatnya kayak warung kampung, Ga."
"Iya, tapi... rasanya bintang lima," kata Angga sambil nyengir.
"Kalo kamu sakit perut, tenang aja. Biaya rumah sakit aku yang tanggung."
Aku ketawa.
Garing, tapi lucu juga.
Akhirnya... aku ikut.
Sampai di RM H. Munir, benar saja.
Bangunannya sederhana, dari papan. Tapi orang-orang berjejer nunggu giliran.
Kami duduk di bangku kayu.
Angga langsung pesen:
"Satu rendang, satu telur bebek ceplok, kuah campur. Sama es tebu."