Surat.
Lipatannya kusut. Kubuka pelan-pelan.
Isinya hanya gambar karikatur:
Perempuan berambut panjang dan laki-laki duduk di saung, dikelilingi tanaman kacang panjang, sambil melihat pesawat di ujung runway.
Aku terdiam lama. Tidak ada nama. Tidak ada salam. Tidak ada penjelasan.
Tapi aku tahu... itu tentang kami.
Besoknya, aku menerima surat kedua.
Isinya... puisi gombal tingkat tinggi:
Bunga mawar, bunga lili
Yang paling harum, bunga melati
Ada Lita, ada Sisy
Tapi cuma Cindy, si jantung hati
Aku nggak tahu harus ketawa... atau senyum sendiri kayak orang bego.
Puisi itu... kampungan, jelas!
Tapi aku juga tahu:
nggak ada yang bisa bikin gombal sejujur itu kecuali seseorang yang lagi suka beneran.
Aku harusnya melempar surat itu ke tong sampah.
Tapi... malah aku lipat rapi dan simpan di saku dalam tas.
Saat itu, aku merasa:
Bolos kemarin bukan cuma pelanggaran. Itu awal dari semuanya.
BAB 5 -- Seragam Rapi, Senyum Lebar, dan Sorak Sorai Satu Kelas
Hari itu, suasana kelas agak aneh.
Entah kenapa banyak yang ribut sendiri.
Padahal belum ada guru, dan biasanya semua masih pada lemas kayak ikan asin.
Aku duduk di kursi, sambil mencatat sesuatu dari buku Biologi.
Sebenarnya bukan catatan penting---aku cuma nyalin ulang PR-ku biar rapi.