Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keshalehan yang Dikatrol Lembaga vs Kemaksiatan yang Dipertontonkan: Sebuah Kritik Sosial Multidisiplin

22 Maret 2025   14:18 Diperbarui: 22 Maret 2025   14:18 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

A. Urgensi Sikap Malu (ay'): Pilar Kesadaran Moral yang Hilang

Dalam Islam, rasa malu (ay') adalah benteng utama yang mencegah seseorang dari kemaksiatan, baik secara individu maupun sosial. Rasulullah bersabda:

"Malu adalah bagian dari iman." (HR. Bukhari & Muslim)

Jika seseorang sudah tidak memiliki rasa malu untuk bermaksiat di tempat umum, ini menunjukkan kemunduran spiritual yang serius. Malu bukanlah tanda kelemahan, tetapi bukti adanya kesadaran akan harga diri dan hubungan seseorang dengan Allah serta masyarakatnya.

Namun, dalam masyarakat modern yang mendewakan kebebasan individu secara berlebihan, konsep malu justru dianggap sebagai belenggu. Inilah yang menyebabkan banyak orang berani mempertontonkan keburukan sebagai bentuk ekspresi diri, padahal sejatinya mereka sedang merusak martabat mereka sendiri. Islam menekankan bahwa tanpa rasa malu, manusia akan kehilangan batas moral dan tenggelam dalam kebebasan yang liar dan destruktif.

Solusi:

  1. Pendidikan Karakter Berbasis ay'

Sekolah, keluarga, dan institusi sosial harus mengajarkan bahwa rasa malu bukan kelemahan, tetapi indikator kesehatan moral seseorang.

Media sosial dan budaya pop harus dikritisi karena seringkali justru menghancurkan konsep malu dengan mengagungkan keberanian mempertontonkan keburukan.

  1. Membangun Budaya Sosial yang Menjaga Harga Diri

Dalam Islam, kehormatan seseorang adalah sesuatu yang sangat berharga. Oleh karena itu, masyarakat harus aktif menciptakan lingkungan yang tidak memberi ruang bagi normalisasi kemaksiatan.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun