Filsafat moral juga mengkritik fenomena ini sebagai bentuk nihilisme praktis, di mana individu kehilangan makna dalam tindakannya dan hanya mencari validasi sosial dalam bentuk yang bertentangan dengan norma yang ada. Ini bukanlah kebebasan, melainkan bentuk lain dari keterikatan yang justru memperlihatkan ketidakmatangan dalam berfilsafat dan memahami makna hidup.
e. Perspektif Spiritualitas Islam: Kemaksiatan sebagai Bentuk Kezaliman terhadap Diri Sendiri
Dalam Islam, kemaksiatan yang dilakukan secara terang-terangan adalah bentuk kezaliman terhadap diri sendiri (zulm al-nafs). Rasulullah bersabda:
"Setiap umatku diampuni kecuali orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa." (HR. Bukhari & Muslim)
Ayat dan hadits semacam ini menekankan bahwa dosa yang dilakukan secara terbuka bukan sekadar pelanggaran individu, tetapi juga mencemari kesucian kolektif dalam masyarakat. Dalam Islam, Ramadhan adalah momen untuk tazkiyatun nafs (penyucian jiwa), bukan ajang untuk mempertontonkan kebebasan yang justru merusak diri sendiri dan lingkungan sosial.
Kemaksiatan yang dipertontonkan menunjukkan hilangnya rasa malu (haya'), padahal dalam Islam, rasa malu adalah bagian dari iman. Imam Nawawi bahkan menyebut haya' sebagai indikator kualitas spiritual seseorang. Jika seseorang tidak lagi memiliki rasa malu dalam bermaksiat, itu menunjukkan matinya sensitivitas spiritual, yang merupakan gejala dari hati yang mulai mengeras dan jauh dari hidayah.
Resistensi yang Salah Arah dan Krisis Spiritualitas
Kemaksiatan yang dipertontonkan di bulan Ramadhan bukanlah bentuk kebebasan, melainkan ekspresi dari krisis spiritual, moral, dan sosial. Secara psikologis, ia merupakan tanda dari dekadensi moral dan hilangnya self-control. Secara sosiologis, ia adalah bentuk deviasi yang memperparah anomi dalam masyarakat. Secara antropologis, ia menunjukkan destruksi terhadap batasan sakral yang seharusnya dijaga. Secara filosofis, ia adalah bentuk kebebasan semu yang tidak membawa makna eksistensial. Dan dalam Islam, ia adalah zulm terhadap diri sendiri yang hanya akan menjauhkan individu dari ketenangan dan keberkahan.
Panggilan untuk Kesadaran
Alih-alih melawan kesalehan artifisial dengan kemaksiatan yang dipertontonkan, umat Islam seharusnya berusaha kembali pada kesalehan yang otentik, di mana ibadah dilakukan bukan karena tekanan sosial, tetapi karena kesadaran spiritual yang sejati.
BAB V Solusi: Spiritualitas Islam dalam Praktik Ramadhan yang Sebenarnya