Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keshalehan yang Dikatrol Lembaga vs Kemaksiatan yang Dipertontonkan: Sebuah Kritik Sosial Multidisiplin

22 Maret 2025   14:18 Diperbarui: 22 Maret 2025   14:18 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dengan demikian, dari perspektif antropologi, kemaksiatan yang dipertontonkan bukan hanya soal moralitas individu, tetapi juga bagian dari konflik simbolik tentang siapa yang memiliki otoritas untuk menentukan makna ruang publik dan batas antara sakral serta profan.

Dari berbagai perspektif yang telah dianalisis, kemaksiatan yang dipertontonkan selama Ramadhan tidak bisa hanya dilihat sebagai tindakan individual yang sekadar menolak nilai agama, tetapi juga sebagai manifestasi dari konflik sosial yang lebih dalam.

  1. Dari perspektif psikologi, tindakan ini merupakan respons terhadap tekanan sosial yang mengekang.

  2. Dari perspektif sosiologi, ia dapat dipahami sebagai deviasi sosial dan bentuk perlawanan terhadap norma yang dipaksakan.

  3. Dari perspektif antropologi, kemaksiatan yang dipertontonkan mencerminkan konflik antara yang sakral dan yang profan dalam ruang publik.

Oleh karena itu, solusi untuk fenomena ini bukan hanya dengan menekan mereka yang dianggap menyimpang, tetapi juga dengan menciptakan ruang keagamaan yang lebih inklusif dan berbasis kesadaran, bukan sekadar kepatuhan yang dipaksakan.

BAB IV Pandangan Filsafat tentang Otentisitas Ibadah

Di tengah hiruk-pikuk ritual Ramadhan, di mana praktik ibadah sering kali lebih menonjol secara eksternal daripada internal, pertanyaan mendasar muncul: Apakah ibadah yang dilakukan seseorang benar-benar lahir dari kesadaran spiritual, atau sekadar respons terhadap tekanan sosial? Dari perspektif filsafat, otentisitas ibadah menjadi tema yang krusial karena menyangkut makna terdalam dari keberagamaan itu sendiri.

1. Etika Islam: Ibadah sebagai Perjalanan Batin dan Niat yang Tulus

Dalam Islam, niyyah (niat) adalah inti dari setiap amal ibadah. Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya segala amal itu bergantung pada niatnya." (HR. Bukhari & Muslim)

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun