Pertimbangan Hakim:
Hubungan sosial antara orang tua angkat dan anak angkat dianggap setara dengan hubungan nasab dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Pengangkatan anak mengandung unsur tanggung jawab, kasih sayang, dan pengasuhan yang pada hakikatnya harus dihargai secara hukum.
Meskipun anak angkat tidak termasuk ahli waris sah secara syar'i, hukum memberikan ruang lewat wasiat wajibah demi menjaga keadilan dan menghindari konflik antar keluarga.
Pendekatan hakim di sini menunjukkan bahwa ijtihad hukum Islam kontemporer tidak selalu bersifat rigid terhadap nasab, melainkan mengakomodasi realitas sosial yang berkembang.
3. Analisis Penetapan No. 909/Pdt.P/2016/PA.Sby (Anak Beda Agama)
Dalam kasus ini, pewaris adalah seorang Muslim, dan salah satu anaknya beragama Kristen. Berdasarkan Pasal 171 huruf c KHI, perbedaan agama merupakan halangan waris.
Namun hakim memilih menggunakan yurisprudensi Mahkamah Agung (No. 368 K/AG/1995) sebagai dasar untuk memberikan hak kepada anak non-Muslim melalui skema wasiat wajibah.
Pertimbangan Hakim:
Hubungan darah antara pewaris dan anak tetap sah, meskipun berbeda agama.
Wasiat wajibah dianggap sebagai jalan tengah agar tidak terjadi diskriminasi antar anak dalam satu keluarga.