Santi menatap kau lekat-lekat.
"Aku akan cabut. Mungkin ke Batam. Katanya di sana butuh koordinator baru. Bos besar suka yang luwes."
"Kamu akan jual revolusi lagi?"
"Selama masih ada yang mau beli."
Ia tersenyum. Kali ini benar-benar jujur.
"Kamu ikut?"
Kau menatap tangannya yang terulur. Dan entah kenapa, kau berpikir: mungkin inilah caranya bertahan di dunia yang tak masuk akal. Dengan menjadi bagian dari ketidakmasukakalan itu.
Tapi kau menggeleng.
"Aku mau coba jadi buruh biasa dulu. Yang jujur. Meskipun itu artinya miskin, sendirian dan kesepian."
Santi tersenyum tipis. "Pilihan paling radikal itu!"
Ia berjalan pergi, menyisakan bau tembakau bersama kenangan yang tak akan pernah hilang.