Mengingatkan dengan hikmah dan kebijaksanaan, bukan dengan kecaman atau penghukuman sosial.
Allah berfirman:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan debatlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS. An-Nahl: 125)
Dengan pendekatan yang lembut namun tegas, masyarakat bisa membangun atmosfer Ramadhan yang lebih inklusif dan penuh makna, bukan sekadar ajang penghakiman sosial atau pertentangan ideologi.
2. Panggilan untuk Berubah: Menjalankan Ramadhan dengan Kesadaran Penuh
Ramadhan bukan sekadar bulan seremonial, tetapi momen untuk meredefinisi diri. Ibadah di bulan ini bukan hanya soal kepatuhan formal, tetapi tentang perjalanan batin yang mendalam. Oleh karena itu, setiap individu seharusnya menjadikan Ramadhan sebagai peluang emas untuk melakukan transformasi spiritual yang nyata.
a. Fokus pada Esensi Spiritual, Bukan Sekadar Ritualitas
Sebelum menjalankan ibadah, tanyakan kepada diri sendiri: Apakah ini sungguh-sungguh untuk Allah? Jika ibadah hanya menjadi rutinitas tanpa penghayatan, maka kita perlu mengubah cara pandang kita terhadap ibadah itu sendiri.
Jangan sekadar berpuasa, tetapi hayati maknanya sebagai latihan pengendalian diri.
Jangan hanya membaca Al-Qur'an, tetapi renungkan pesan-pesannya.
Jangan hanya bersedekah, tetapi lakukan dengan rasa empati dan kepedulian yang mendalam.