Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keshalehan yang Dikatrol Lembaga vs Kemaksiatan yang Dipertontonkan: Sebuah Kritik Sosial Multidisiplin

22 Maret 2025   14:18 Diperbarui: 22 Maret 2025   14:18 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disonansi kognitif terjadi ketika individu menghadapi konflik antara nilai yang dianut dan norma sosial yang mengikatnya. Seseorang yang memiliki kepercayaan berbeda dari masyarakat sekitar dapat mengalami tekanan psikologis ketika harus berpura-pura menyesuaikan diri. Dalam situasi ini, individu dapat mengatasi konflik tersebut dengan dua cara:

  1. Menyesuaikan diri dengan norma sosial yang berlaku, meskipun bertentangan dengan keyakinannya.

  2. Menolak norma sosial dan secara terbuka menantangnya, dengan harapan dapat mengukuhkan identitas personalnya.

Orang yang memilih opsi kedua sering kali melakukannya dengan cara yang provokatif, bukan sekadar melanggar norma, tetapi juga memamerkan pelanggaran tersebut sebagai bentuk deklarasi identitas dan perlawanan terhadap hipokrisi sosial.

Dengan demikian, dari perspektif psikologi, kemaksiatan yang dipertontonkan di bulan Ramadhan lebih dari sekadar tindakan individual, melainkan respons terhadap tekanan sosial yang dianggap mengekang.

Perspektif Sosiologi: Deviasi Sosial sebagai Bentuk Resistensi terhadap Norma Agama

Dalam sosiologi, perilaku yang menyimpang dari norma dominan sering kali bukan sekadar ekspresi personal, tetapi juga bagian dari mekanisme perubahan sosial. Kemaksiatan yang dilakukan secara terang-terangan selama Ramadhan dapat dianalisis melalui beberapa teori deviasi sosial:

1. Teori Labeling: Efek Stigma terhadap Identitas Sosial

Teori labeling dari Howard Becker menjelaskan bahwa status sosial seseorang tidak hanya ditentukan oleh tindakannya, tetapi juga oleh bagaimana masyarakat memberi label terhadap tindakan tersebut.

Di bulan Ramadhan, individu yang tidak berpuasa atau berpakaian lebih terbuka bisa langsung mendapatkan label negatif, seperti "tidak beriman" atau "murtad". Label ini, alih-alih membuat individu menyesuaikan diri dengan norma sosial, justru dapat memperkuat identitas devian mereka. Semakin mereka dicap buruk, semakin besar kemungkinan mereka menginternalisasi peran sebagai 'penyimpang' dan dengan sengaja memainkannya di ruang publik.

2. Teori Konflik Sosial: Kemaksiatan sebagai Bentuk Perlawanan terhadap Moralitas yang Dikuasai Elite

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun