Tujuan Penulisan
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan kritik sosial yang tajam dan konstruktif terhadap praktik Ramadhan di masyarakat Indonesia saat ini. Kritik ini tidak dimaksudkan untuk merendahkan praktik keberagamaan individu, melainkan untuk membongkar mekanisme sosial, psikologis, dan budaya yang membentuk pola ibadah yang tidak otentik serta perilaku yang bertentangan dengan esensi Ramadhan itu sendiri.
Lebih jauh, tulisan ini juga bertujuan untuk mengajak pembaca merefleksikan kembali makna spiritualitas dalam beribadah, menghindari jebakan kesalehan yang hanya bersifat simbolis atau terpaksa, sekaligus menjauhkan diri dari perilaku yang justru menjauhkan seseorang dari nilai-nilai agama yang hakiki. Dengan demikian, diharapkan umat Muslim dapat menjalankan Ramadhan dengan kesadaran yang lebih dalam, niat yang lebih tulus, serta pemahaman yang lebih utuh tentang esensi ibadah.
Metodologi
Untuk memahami fenomena ini secara komprehensif, tulisan ini menggunakan pendekatan interdisipliner dengan mengintegrasikan lima perspektif utama:
Psikologi -- Menganalisis bagaimana tekanan sosial mempengaruhi cara individu menjalankan ibadah dan bagaimana reaksi psikologis terhadap regulasi moral dapat memunculkan bentuk perlawanan sosial. Konsep disonansi kognitif, reaktansi sosial, dan motivasi intrinsik vs. ekstrinsik akan digunakan untuk membedah fenomena ini.
Sosiologi -- Menggunakan teori kontrol sosial, anomi, dan dramaturgi sosial untuk memahami bagaimana norma sosial membentuk pola ibadah dan perilaku selama Ramadhan, serta bagaimana individu merespons ekspektasi masyarakat terkait kesalehan dan moralitas.
Filsafat -- Mengkaji pertanyaan fundamental mengenai otentisitas moral, etika keberagamaan, dan kebebasan individu dalam menjalankan keyakinannya, serta mengkritisi fenomena kesalehan yang dipaksakan dari sudut pandang eksistensialisme dan etika Islam.
Antropologi -- Menggunakan pendekatan ritual dan simbolisme untuk menganalisis bagaimana praktik Ramadhan berkembang dalam konteks budaya tertentu, serta bagaimana kesalehan dan kemaksiatan dapat menjadi bagian dari sistem nilai yang lebih luas dalam masyarakat.
Spiritualitas Islam -- Mengembalikan diskusi ini kepada ajaran inti Islam yang menekankan keikhlasan dalam ibadah, pengendalian diri yang sejati, serta kesadaran akan Tuhan (taqwa) sebagai tujuan utama puasa.