Perspektif Antropologi: Menggunakan konsep ritual dan simbolisme untuk memahami bagaimana Ramadhan bisa menjadi sebuah bentuk pertunjukan sosial (dramaturgi), bukan murni spiritual.
3. Kemaksiatan yang Dipertontonkan Secara Terang-Terangan
Perspektif Psikologi: Mengkaji psikologi di balik perilaku pembangkangan terhadap norma sosial di bulan Ramadhan, termasuk fenomena reaktansi sosial dan disonansi kognitif.
-
Perspektif Sosiologi: Bagaimana kebebasan dalam ekspresi diri dan mengabaikan norma agama memengaruhi struktur sosial. Menggunakan teori deviasi sosial untuk menjelaskan bagaimana kemaksiatan terang-terangan dapat muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap tekanan sosial.
Perspektif Antropologi: Menggunakan teori klasifikasi sakral vs. profan untuk menyoroti bagaimana kemaksiatan pada bulan Ramadhan menjadi bentuk simbolis dari konflik antara norma religius dan kebebasan personal.
4. Pandangan Filsafat tentang Otentisitas Ibadah
Etika Islam: Memahami ibadah sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar tindakan eksternal, tetapi sebagai perjalanan batin yang melibatkan niat (niyyah).
Filsafat Eksistensialisme: Mengkritisi kesalehan yang hanya dilakukan demi kepentingan sosial dan bukan karena pilihan eksistensial dan kebebasan moral pribadi.
Kritik terhadap Kepatuhan Kosong: Menyoroti kesalehan yang dibentuk oleh tekanan sosial sebagai sesuatu yang tidak otentik dan bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan ikhlas.
5. Spiritualitas Islam dalam Praktik Ramadhan yang Sebenarnya