Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keshalehan yang Dikatrol Lembaga vs Kemaksiatan yang Dipertontonkan: Sebuah Kritik Sosial Multidisiplin

22 Maret 2025   14:18 Diperbarui: 22 Maret 2025   14:18 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keseimbangan antara Kesadaran Spiritual dan Ketegasan Sosial

Kemaksiatan yang dipertontonkan di bulan Ramadhan bukan sekadar dosa individu, tetapi ancaman terhadap ketertiban sosial dan moralitas kolektif. Oleh karena itu, Islam tidak hanya menyerukan kesabaran dan doa, tetapi juga tindakan nyata.

Solusi yang dapat diterapkan meliputi:
Menanamkan kembali sikap malu (ay') sebagai benteng moral utama
Menghidupkan amar ma'ruf nahi munkar dengan teguran yang tegas dan berani
Menegakkan sanksi sosial agar individu tidak merasa bebas memperlihatkan kemaksiatan mereka
Menerapkan hukum dan regulasi yang dapat memberikan efek jera

Pada akhirnya, umat Islam harus bersatu dalam menjaga kehormatan Ramadhan, bukan hanya dengan ibadah pribadi, tetapi juga dengan menegakkan ketertiban moral dalam masyarakat. Kebebasan bukan berarti melakukan apa pun tanpa batas, tetapi memilih yang benar meskipun sulit.

BAB VI Kesimpulan: Menuju Ramadhan yang Berarti

Setelah menelusuri berbagai perspektif tentang fenomena kesalehan sosial, kemaksiatan terang-terangan, otentisitas ibadah, dan makna spiritualitas Islam dalam praktik Ramadhan, kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: Apakah Ramadhan hanya menjadi rutinitas tahunan yang hampa makna, ataukah ia benar-benar menjadi momentum transformasi spiritual?

Di satu sisi, masyarakat sering kali terjebak dalam kesalehan yang dikonstruksi secara sosial, di mana ibadah dilakukan bukan karena kesadaran pribadi, tetapi karena tuntutan lingkungan. Di sisi lain, ada pula pemberontakan terhadap norma agama, yang justru melahirkan kemaksiatan yang dipertontonkan secara terang-terangan. Kedua fenomena ini menunjukkan bahwa krisis spiritual sedang menggerogoti makna sejati Ramadhan---bulan yang seharusnya menjadi ajang penyucian diri, justru kerap berubah menjadi panggung sandiwara sosial.

Maka, perlu ada reorientasi spiritual, di mana masyarakat kembali kepada esensi ibadah yang sejati, menjauh dari formalitas kosong, dan membangun hubungan yang lebih mendalam dengan Allah.

1. Rekomendasi untuk Masyarakat: Membangun Kesadaran Spiritual dalam Beribadah

a. Menghindari Kesalehan yang Kosong

Kesalehan sejati tidak lahir dari paksaan sosial, tetapi dari kesadaran pribadi yang tulus. Maka, masyarakat perlu:

  • HALAMAN :
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
    Lihat Humaniora Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun