Mohon tunggu...
Andriyanie CB
Andriyanie CB Mohon Tunggu... Fiction Writer, Poetry Writer, Songwriter, Phonics Book Writer, Language and Linguistics Blogger, Shutterbug, Media Publicist for Indonesian Children's Talents

Ruang Fiksi, Puisi, dan Media Publikasi Talenta Anak Indonesia -- Follow IG: @andriyanie121

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Langit Jingga Terakhir

16 September 2025   07:02 Diperbarui: 16 September 2025   07:02 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber Gambar: OpenAI)

Lira, dengan rambut hitam yang mulai lembap karena gerimis, menyusul dengan langkah kecil. "Ya kan kalau basah nanti sakit. Lagian, aku nggak mau dimarahi Mama gara-gara pulang kuyup."

Mereka berdua akhirnya berjalan berdampingan. Raka, dengan sikap cerianya, mulai menceritakan hal-hal konyol yang membuat Lira tak tahan untuk tidak tertawa. Sejak duduk di kelas tujuh, mereka memang selalu bersama. Duduk sebangku, belajar kelompok, bahkan guru sering salah paham mengira mereka berpacaran.

"Eh, kamu sadar nggak sih," kata Raka suatu kali, "kita tuh sering dibilang kembar nggak serupa."

Lira mengangkat alis. "Kembar gimana maksudnya?"

"Ya, kita selalu bareng, kemana-mana pasti berdua. Bedanya, aku ganteng, kamu cantik. Cocok banget kan?" Raka terkekeh dengan gaya sok percaya diri.

Lira hanya menggeleng, tersenyum samar. "Sok banget. Tapi... iya juga sih."

Itulah awal dari persahabatan yang terus berlanjut, mengikat mereka hingga SMA nanti. Persahabatan yang begitu erat, hingga Lira sering lupa bahwa tidak semua rasa bisa disamakan. Bahwa suatu hari, perasaan itu akan tumbuh berbeda---dan membawa luka yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

BAB 2: BENIH YANG TUMBUH DIAM-DIAM

Masa SMA bagi kebanyakan orang adalah masa pencarian jati diri, penuh warna dan cerita. Bagi Lira, masa itu tetap sama---dengan satu pengecualian: ia memiliki Raka.

Setiap pagi, mereka berangkat bersama. Raka selalu datang dengan sepeda motornya, menunggu di depan rumah Lira sambil membunyikan klakson pendek dua kali---tanda khas mereka.
"Cepetan, Li! Nanti telat!" seru Raka.

Lira keluar dengan rambut terikat rapi, membawa buku-buku yang terlalu banyak untuk digenggam. Tanpa diminta, Raka selalu mengambil sebagian buku itu dan memasukkannya ke dalam tasnya sendiri.
"Biar ringan, kamu kan lemah," katanya sambil menyeringai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun