Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

9 Desember 2018   06:51 Diperbarui: 9 Desember 2018   06:59 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Temannya menggeram hebat penuh kemarahan.  Dia menerjang seperti badai yang mengamuk.  Namun Dyah Puspita kini bahkan lebih enteng menghadapinya.  Hanya soal waktu saja orang ini juga akan menemui ajal yang sama dengan temannya.

Si pemuda tampan juga berhasil mendesak mundur lawannya.  Tapi rupanya pendekar muda yang satu ini punya hati welas asih yang besar.  Meskipun jauh di atas angin, dia tidak mau menjatuhkan tangan maut.  Dia sepertinya hanya ingin menjatuhkan lawan tanpa melukai terlalu parah.  Dan ini cukup sulit.  Karena lawan yang dihadapi bukanlah lawan yang ringan.  Oleh karena itu, pertempuran ini sepertinya akan berlangsung dalam waktu yang cukup lama.  Apalagi si pendekar muda seringkali mencuri pandang ke pertempuran sebelah dimana Dewi Mulia Ratri sedang bertarung dengan sengit.  Lirikannya bernada keheranan karena dia mengenal betul jurus jurus yang sedang dimainkan oleh dara jelita itu.  Benar benar persis seperti yang sedang dia mainkan sekarang.

Terdengar jeritan yang sangat keras ketika Malaikat Darah Berbaju Merah terhuyung huyung terkena  pukulan Dewi Mulia Ratri.  Pangkal lengannya terluka cukup parah oleh jurus Pena Menggores Langit.  Sebelum Dewi Mulia Ratri bertindak lebih jauh, tiba tiba Dyah Puspita meninggalkan lawannya dan menerjang ke arah Malaikat Darah Berbaju Merah sambil mengirimkan pukulan Braja Musti.  

Malaikat Darah Berbaju Merah sedapatnya berusaha mengelak namun kecepatan pukulan itu mendahului kecepatannya mengelak.  Dengan telak pukulan Braja Musti mengenai pundak sebelah kirinya.  Malaikat Darah Berbaju Merah terpelanting keras hingga ke pinggir air.  Tokoh jahat itu pingsan saking hebatnya luka yang dialami.  Malaikat Neraka yang kini tinggal tersisa 4 orang segera meninggalkan lawan lawannya dan berlari ke arah pimpinan mereka. 

Dyah Puspita, Dewi Mulia Ratri, Pendekar Muda tak dikenal dan Sima Lodra membiarkan saja kejadian itu.  Karena mendadak di depan mereka telah berdiri orang orang aneh yang menatap mereka dengan pandangan bermusuhan.  Argani, Aswangga, Madaharsa bersama puluhan orang di belakang mereka yang dari seragamnya diketahui sebagai pasukan Sayap Sima bermunculan.  Tanpa peringatan lagi, tiga dedengkot dunia hitam itu merangsek maju menyerang anak anak muda itu diikuti oleh puluhan orang di belakang mereka.

Pertempuran baru kembali pecah.  Argani menyerang Dewi Mulia Ratri.  Aswangga menyerang si pemuda tampan terpelajar.  Madaharsa menyerang Dyah Puspita.  Sementara puluhan orang menyerbu Sima Lodra dengan teriakan teriakan bergemuruh.  Tidak heran jika tiga tokoh dunia hitam menyerang Dewi Mulia Ratri dan si pemuda tampan terpelajar.  

Sudah jamak jika tokoh tokoh dunia hitam selalu berusaha melenyapkan orang orang dari dunia putih jika ada kesempatan.  Namun yang paling mengherankan tentu saja adalah kenapa tiga tokoh itu bernafsu betul ingin menghabisi Dyah Puspita.  Dyah Puspita adalah putri pimpinan mereka di Sayap Sima.  Tentu mereka mengambil resiko dengan menyerangnya.

Jauh sebelum mereka menerjunkan diri ke pertempuran hidup mati ini, mereka sudah menonton pertempuran antara anak anak muda itu dengan Perkumpulan Malaikat Darah sedari tadi.  Mereka kemudian berunding apa yang akan mereka lakukan.  Ketiganya sepakat bahwa anak anak muda tangguh itu harus disingkirkan.  Karena selain menghilangkan musuh alami mereka, juga agar mereka lebih mudah memperebutkan sesuatu yang maha penting yang akan muncul dari dasar danau misterius itu. 

Tidak banyak yang tahu bahwa hari ini adalah hari yang istimewa bagi dunia persilatan.  Hanya segelintir orang yang tahu bahwa hari ini adalah kemunculan dari sebuah kitab sakti yang telah lama hilang.  Aswangga adalah satu dari sedikit orang yang tahu mengenai hal itu.  Dia kemudian mengajak sekutu sekutunya untuk mendapatkan kitab itu dengan alasan Mahapatih Gajahmada mengutus mereka mendapatkan kitab itu dan membawanya ke Sang Mahapatih.  

Argani dan Madaharsa adalah orang orang yang sangat licik.  Tentu saja mereka mau ikut karena kepentingan mereka sendiri juga.  Selain itu, ketiga tokoh itu juga bersepakat bahwa inilah saat yang tepat untuk menghabisi Perkumpulan Malaikat Darah karena mereka dalam kondisi kepayahan setelah pertempuran hebat melawan anak anak muda itu.

Kali ini Dewi Mulia Ratri mendapatkan lawan yang luar biasa tangguh.  Argani adalah tokoh sakti yang sangat berpengalaman, licik dan memiliki banyak cara untuk memenangkan pertempuran.  Meskipun dari segi ilmu, dara jelita itu hanya sedikit kalah kuat, namun pengalaman akhirnya menentukan segalanya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun