Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

9 Desember 2018   06:51 Diperbarui: 9 Desember 2018   06:59 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ar..rya..ba..ba..wa... a..a..ku.. per..gi..da..ri..si..ni.."

Jantungnya seperti mau runtuh.  Dia berbalik cepat ke arah Dyah Puspita yang masih terbaring tak bergerak.  Digendongnya tubuh yang bergelimang darah segar itu.  

Sambil menatap ke sekeliling dengan tatapan ganas, Arya Dahana berkata penuh ancaman," Kalau terjadi apa apa dengan Kakak Puspa...masing masing dari kalian akan aku cari satu persatu...aku akan cabut jantung kalian dari dada...kuberi makan ke Sima Lodra....ayo macan...kita pergi dari tempat terkutuk ini..."

Sambil tetap mengedarkan pandangan penuh ancaman, wajah Arya Dahana yang nampak sangat mengerikan itu mengangguk ke arah Dewi Mulia Ratri dan Pendekar Pelajar," Terimakasih...aku tidak akan melupakan budi kalian...ayo Sima..." Sambil menggendong tubuh yang terkulai lemas itu, Arya Dahana berlari cepat diikuti oleh Sima Lodra yang berlari terpincang pincang.

Dewi Mulia Ratri yang sedari tadi mengikuti kejadian mengerikan dan mengharukan itu, matanya berkaca kaca.  Dia sudah mulai menyukai gadis cantik yang perkasa itu.  Hatinya tersentuh melihat betapa pemuda kurus dekil itu sangat terpukul.  Dalam hati Dewi Mulia Ratri mendoakan agar gadis cantik itu bisa pulih, meski dia meragukannya karena luka yang dideritanya tadi nampak sangat parah.  

Dia masih terngiang ngiang wajah mengerikan pemuda tadi.  Separuh wajahnya merah membara dan separuhnya lagi hijau pucat seperti mayat dibekukan.  Sorot matanya membayangkan kedukaan yang begitu dalam.  Mengerikan tapi sangat menyentuh! 

Suasana kembali tegang.  Dewi Mulia Ratri berpaling kepada pemuda di sampingnya," Hey, bersiaplah.  Sepertinya akan tiba giliran kita sekarang..."

Pemuda itu terlonjak seperti disengat kalajengking,

"Orang menyebutku Pendekar Pelajar tuan puteri. Tapi kamu boleh memanggilku Ardi Brata." Jawabannya sangat lembut dengan tutur kata yang begitu sopan. 

Dewi Mulia Ratri mengerutkan keningnya sejenak, namun mengangguk acuh kepada  pemuda itu.  Sambil diam diam melepas ikat pinggangnya, dengan berkacak pinggang dia maju ke depan," Ayo kapan kita mulai lagi puteri cumi cumi!...."

Dijatuhkannya ikat pinggang itu sambil mengerahkan kekuatan sihirnya.  Ikat pinggang itu perlahan lahan berubah menjadi seekor Ular Kobra yang sangat besar.  Sambil mendesis desis mengangkat sebagian tubuhnya dan menempatkan diri di sebelah Dewi Mulia Ratri.  Kemudian Dewi Mulia Ratri juga mencopot  perhiasan emas di dadanya yang berupa perak berkilauan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun