Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

9 Desember 2018   06:51 Diperbarui: 9 Desember 2018   06:59 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sontak Arya Dahana pun terbangun kaget.  Bahkan Sima Lodra pun terjengit kaget dan menggeram lirih.  Tanpa menoleh, Dyah Puspita melangkah menuju danau dengan niat membersihkan diri.  Arya Dahana yang terbengong bengong bingung lalu meraih perlengkapan pancingnya dan bersiul pelan pada Sima Lodra,"jaga dia Sima..." sambil tangannya menunjuk arah perginya Dyah Puspita.  

Harimau putih itu mengaum pelan dan berjalan lambat sesuai arah yang ditunjuk Arya Dahana.

Dyah Puspita mencari tempat yang cukup tersembunyi untuk mandi.  Dia adalah salah seorang pejabat tinggi Sayap Sima.  Selalu tinggal di istana, lengkap dengan segala fasilitasnya.  Kadangkala dia juga merasa risih jika harus mandi di tempat terbuka seperti ini.  Tapi dia juga adalah orang yang kenyang melanglang di dunia persilatan!  Dibuangnya pikiran risih jauh jauh.  Dibukanya baju dan celana luarnya dan cepat cepat menceburkan dirinya ke dalam air danau yang luar biasa dingin. 

Dengan sedikit mengerahkan hawa murni di tubuhnya, hawa dingin itu terasa nyaman bagi Dyah Puspita.  Sambil memanfaatkan dingin dan sepi pagi itu untuk melatih ajian Braja Musti yang legendaris warisan Ki Tunggal Jiwo.  Ajian Braja Musti sangat sesuai dilatih di dalam air.  Sesuai namanya, ajian ini mengandalkan kekuatan panas sehingga tempat paling mudah mengukurnya adalah di dalam air.  Semakin cepat mendidih air maka semakin hebat ajian itu.  Bahkan Ki Tunggal Jiwo sendiri telah sampai pada tingkatan membuat air menguap! Tidak sekedar mendidih.

Sambil berkonsentrasi dan memejamkan mata.  Dyah Puspita mulai membuat gelembung gelembung air di sekelilingnya.  Kabut yang tadi melayang di atas permukaan air sekarang telah menghilang.  Digantikan oleh asap yang mengepul tipis.  Semakin lama udara di sekitar Dyah Puspita menghangat dan air mulai mendidih.  

Siapapun akan takjub melihat pemandangan ini! Tubuh molek dan wajah jelita kemerahan seolah terpanggang api.   Dyah Puspita seperti mandi di sebuah pemandian air panas!  Saking asyiknya berlatih, dia sama sekali tidak sadar bahwa beberapa orang melotot menahan nafas di tempat persembunyian mereka.  Takjub, takut sekaligus bergairah melihat pemandangan langka ini.  Salah seorang di antara mereka bahkan mengendap endap menuju batu tempat Dyah Puspita menyimpan buntalan bajunya.

Suara auman yang menggetarkan tiba tiba memecahkan kesunyian tempat itu.  Sima Lodra melompat dari balik semak semak yang lebat dan menggeram berkali kali ke arah orang orang yang sedang mengintip dengan pikiran cabul itu.  Kontan saja orang-orang itu kocar kacir tidak karuan melihat binatang raksasa dan perkasa itu meraung marah pada mereka. 

Dyah Puspita yang mulai menyadari situasi.  Segera melompat keluar danau, namun secepat itu pula kembali melompat ke air karena dilihatnya buntalan bajunya telah lenyap!  Orang orang sinting dan kurang ajar! Rutuknya dalam hati.  Dilihatnya Sima Lodra meraung raung penuh kemarahan ke sekumpulan orang berbaju merah yang sekarang memberanikan diri menghadapi harimau putih itu. 

Semua orang telah meloloskan senjata berupa pedang panjang di tangan kanan dan pedang pendek di tangan kiri.  Dyah Puspita teringat satu hal dan kemarahannya sekarang memuncak.  Perkumpulan Malaikat Darah! Pikirnya geram.  

Tapi saat ini dia tidak bisa berbuat apa apa.  Dia sedang setengah telanjang terendam dalam air.  Bajunya dengan sengaja telah diambil oleh kawanan pengecut itu.  Suasana menjadi mencekam sekarang.  Sima Lodra dikepung dan dikelilingi oleh sekitar 20 orang bersenjata lengkap. 

Harimau putih itu sama sekali tidak terlihat gentar.  Tubuhnya merunduk rendah di tanah.  Siap menerkam siapa saja yang mendekat.  Dyah Puspita ngeri membayangkan tubuh Sima Lodra akan dicabik cabik orang orang kejam ini.  Jika saja yang mengepung dan mengeroyoknya hanya 4 atau 5 orang.  Harimau putih itu akan dengan mudah menghadapinya.  Tapi ini 20 orang.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun