Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

9 Desember 2018   06:51 Diperbarui: 9 Desember 2018   06:59 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awalnya Dyah Puspita berseri senang melihat siapa yang datang.  Laksamana Utara beserta rombongannya.  Tetapi wajahnya memucat ketika dari arah berlawanan juga tiba rombongan lain yang dipimpin oleh seorang pria gagah setengah baya berbadan tinggi besar.  

Raja Iblis Nusakambangan!  Biang onar berangasan dari pantai selatan itu pastilah tidak bermaksud baik hingga jauh jauh datang ke sini. Raja Iblis Nusakambangan adalah tokoh yang mau bekerja hanya demi bayaran.  Majapahit pasti membayarnya dengan mahal sehingga dia mau bersusah susah membantu.  

Dyah Puspita maju ke depan dan memberikan hormat kepada Laksamana Utara," Salam hormat Paman Laksamana.  Semoga paman sehat dan baik baik saja."  

Yang disapa adalah seorang pria paruh baya bertubuh tinggi tegap dengan dandanan ala militer.  Menganggukkan kepala dengan angkuh, sang laksamana menyahut," Salam putri Ki Tunggal Jiwo.  Aku mendengar kabar tak sedap mengenai dirimu.  Aku tak menyangka pimpinan tinggi Sayap Sima bisa berbuat seperti yang kamu lakukan.  Pengkhianatan itu dosa tak terampunkan anakku...dan lihatlah bagaimana caramu berpakaian sekarang......hmmmmmm...."  

Dyah Puspita terperanjat mendengar tuduhan tegas dari Laksamana Utara.  Tapi dia tidak mau membantah.  Semuanya sudah diatur sedemikian rupa oleh para dedengkot hitam itu.  Dia sekarang berhitung jumlah dan kekuatan.  Mereka berlima betul betul di bawah angin sekarang. 

Seorang gadis manis di samping Laksamana Utara menuding Dewi Mulia Ratri sambil tersenyum mengejek," Aku sudah menduga gadis penyihir itu pasti berkomplot dengan mereka ayah.  Padahal dia adalah calon yang dipilih untuk menjadi kepala pengawal Raja Galuh Pakuan."

Dewi Mulia Ratri yang tidak menduga bahwa di antara rombongan itu ternyata ada Putri Anjani terbelalak marah dan menjawab dengan sengit," Heyyy!! Putri cumi cumi! ternyata kau adalah salah satu biang busuk yang suka menuduh orang sembarangan.  Siapa sih yang takut kepadamu dan rombongan ikan laut ini?! Ayo kita selesaikan semua di sini....!"

Gadis manis berbaju merah itu maju ke depan dan tanpa ba bi bu lagi menyerang Dewi Mulia Ratri.  Serangannya sangat dahsyat dan mengerikan. Dewi Mulia Ratri yang tahu lawannya sangat tangguh juga tidak mau main main.  Dilayaninya serangan itu dengan tidak kalah dahsyat.  Seperti dikomando, yang lain segera mengikuti.  

Argani bersama dengan Aswangga menyerang Dyah Puspita.  Madaharsa menyerang pemuda tampan terpelajar.  Sedangkan orang yang dijuluki sebagai Raja Iblis Nusakambangan itu bergerak ke depan menyerang Arya Dahana.  Sima Lodra menggeram marah.  Dia meraung dan melompat ke depan untuk membantu Arya Dahana.  Namun gerakannya tertahan karena Laksamana Utara menghadang dan menyerangnya.  Dimulailah pertempuran yang ke sekian kalinya di bibir danau Ranu Kumbolo hari itu.

Terang saja, anak anak muda itu terdesak hebat.  Yang mereka hadapi adalah tokoh tokoh tingkat tinggi di kalangan dunia persilatan.  Dyah Puspita benar benar kerepotan dikeroyok oleh dua tokoh hitam yang sebenarnya adalah tokoh tokoh Sayap Sima bersama dengan dirinya.  Melawan Argani sendiri saja dia kewalahan, apalagi kini Aswangga ikut mengeroyoknya.  

Setelah lewat dari dua puluh jurus, dia sudah beberapa kali jatuh bangun terkena serempetan pukulan dan tendangan dua tokoh itu.  Untung saja pukulan dan tendangan yang mengenainya belum berakibat fatal karena sesungguhnya kekuatan tenaga dalam Dyah Puspita sudah mencapai tingkat yang sangat tinggi.  Sehingga dia masih mampu bertahan sampai sejauh ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun