Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air & Api, Lahirnya Air dan Api

9 Desember 2018   06:51 Diperbarui: 9 Desember 2018   06:59 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sima Lodra mengaum keras dan ikut terjun di medan pertempuran membantu Dyah Puspita.  Empat orang kepercayaan Malaikat Darah Berbaju Merah itu adalah orang orang berilmu yang tinggi yang masih satu perguruan.  Mereka dijuluki Malaikat dari Neraka karena kekejaman dan keganasannya. Ilmu mereka masing masing hanya kalah satu tingkat dari Malaikat Darah Berbaju Merah sehingga bisa dibayangkan bagaimana kerepotannya Dyah Puspita melayani mereka berlima.  

Dia masih sanggup dan percaya dapat mengalahkan gembong pemberontak perempuan itu.  Namun dengan masuknya empat orang pembantunya dalam pertempuran dia terdesak hebat.  Saat Sima Lodra juga menerjunkan diri dalam pertempuran sengit itu, Dyah Puspita sangat terbantu.  Dua orang di antara mereka memisahkan diri untuk menghadapi Sima Lodra. 

Kini pertempuran terpisah menjadi dua gelanggang.  Sima Lodra terdesak dikeroyok oleh dua orang sedangkan Dyah Puspita kepayahan digempur bertubi tubi oleh tiga orang.  Beberapa kali Dyah Puspita sudah terkena pukulan dan tendangan.  Tubuhnya benar benar nyaris telanjang sekarang. Baju dalamnya berlubang lubang hangus terserempet pukulan Malaikat Darah Berbaju Merah.  Sima Lodra pun demikian.  Meskipun cakarnya berhasil melukai satu pengeroyoknya namun tubuh raksasanya juga berkali kali harus menerima pukulan mereka. 

Tiba tiba melesat bayangan putih memasuki gelanggang pertempuran membantu Dyah Puspita.  Seorang gadis cantik jelita muncul dan langsung menyerang Malaikat Darah Berbaju Merah dengan dahsyat.  

Tak salah lagi.  Dara cantik itu adalah Dewi Mulia Ratri.  Menyusul kedatangannya, tak lama kemudian satu sosok bayangan juga muncul dan membantu Sima Lodra menghadapi dua orang Malaikat Neraka.  Bayangan yang kedua ini adalah seorang pemuda tampan berperawakan sedang berbaju putih.  

Dengan kedatangan dua bala bantuan ini arah pertempuran kemudian berubah.  Gantian gerombolan baju merah yang sekarang terdesak hebat. Gabungan kekuatan anak anak muda itu memang luar biasa.  Pemuda yang baru datang itupun ternyata berilmu sangat tinggi.  Senjata yang digunakan juga sangat unik.  Sebuah pena sepanjang satu depa.  Pukulannya melingkar lingkar tidak beraturan seperti orang yang sedang melukis.

Satu orang anggota Malaikat Neraka yang dihadapinya benar benar terdesak hebat.  Sima Lodra yang sekarang tinggal menghadapi satu orang pun menjadi sangat leluasa menyerang lawannya dengan gerakan gerakan seekor binatang buas yang sedang marah.

Sementara di gelanggang lainnya, Dewi Mulia Ratri menghadapi Malaikat Darah Berbaju Merah dan Dyah Puspita menghadapi dua orang anggota Malaikat Neraka.  Dewi Mulia Ratri mendesak mundur perempuan bangsawan jahat itu dengan jurus jurus Pena Menggores Langit dibarengi dengan kekuatan sihir hebat yang  dinamakan Mancala Sukma.  

Sihir yang memperkuat jurusnya seolah mengandung suara halilintar di setiap pukulannya.   Meskipun sang tokoh jahat berusaha sekuat tenaga untuk bertahan dengan mengeluarkan semua jurus jurus Malaikat Berdarah, namun tetap saja perlahan lahan dia terdesak oleh serangan serangan gadis jelita itu. 

Dua orang Malaikat Neraka juga tak lagi mampu berbuat banyak menghadapi Dyah Puspita.  Keduanya kini sibuk mempertahankan diri agar tidak terkena pukulan Braja Musti yang akibatnya pasti mengerikan.  Apalagi dua orang ini adalah laki laki normal yang perhatiannya sering terpecah pada tubuh molek Dyah Puspita yang setengah telanjang itu.  

Beberapa pukulan Dyah Puspita telah mengenai dua orang ini.  Suatu saat, bahkan dengan telak mengenai dada salah seorang di antaranya.  Orang itu menjerit keras dan terlempar keluar gelanggang pertempuran.  Bajunya terbakar dan dadanya gosong menghitam.  Sebelum jatuh ke tanah, nyawanya sudah menghilang dari raganya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun