Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Superioritas Hukum Versus Moralitas Aparat Penegak Hukum

27 Maret 2019   16:52 Diperbarui: 27 Maret 2019   18:50 3872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nilai-nilai kejujuran, dalam arti selalu terdorong untuk memelihara kejujuran dan menghindari diri dari perbuatan-perbuatan yang curang;

Keharusan untuk memiliki kualitas keahlian dalam keilmuan yang tinggi dalam disiplin ilmu hukum pada para pengembannya;

Nilai-nilai pelayanan dan kepentingan publik, yakni bahwa dalam pengembanan profesi hukum telah melekat semangat keberpihakan pada hak-hak dan kepuasan masyarakat pencari keadilan dengan memegang teguh nilai keadilan, kejujuran, kredibilitas profesi dan keilmuan.

Kesejahteraan aparat penegak hukum. Aspek kesejahteraan aparat penegak hukum harus diperhatikan secara serius agar mereka dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan Undang-undang dan kode etik profesi.

         Selain itu upaya untuk melahirkan aparat penegak hukum yang memiliki integritas moral mesti dimulai sejak dini. Pembentukan moralitas aparat penegak hukum yang baik dan berlaku adil mesti dimulai sejak manusia hidup, bertumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan yang baik. Seorang pribadi yang baik, lahir dan terbentuk dalam suatu atmosfir keluarga yang selalu mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai moral yang baik. Menurut Rawls, dalam sebuah keluarga yang baik moralitas seorang anak akan bertumbuh dan berkembang dengan baik pula. Orang tua harus menjadi conroh bagi moralitas yang mereka ajarkan kepada anak-anak mereka, juga menjelaskan prinsip-prinsip yang mendasari moralitas tersebut (John Rawls, 1995:606). Berawal dari keluarga yang baik akan terbentuk seorang pribadi yang baik dalam perkembangan selanjutnya ketika dia memasuki dunia pendidikan dan dunia kerja. Lembaga pendidikan, seperti lembaga pendidikan hukum juga memberikan peluang yang memungkinkan seorang aparat penegak hukum akan berkembang dengan baik secara moral, asalkan para pendidikan juga menjadi contoh yang baik bagi para peserta didik. Menurut Rawls, keteladanan moral bisa dicapai kalau orang-orang yang dalam berbagai cara dikagumi (seperti para pendidik) dan yang dalam taraf lebih tinggi karena otoritasnya, menunjukkan cita-cita moral yang sesuai dengan posisi atau jabatan mereka (John Rawls, 1995:613). Hal itu berarti bahwa para pendidik sudah menunjukkan keahlian, kecakapan, dan kebajikan yang mengundang keinginan orang lain untuk mengikuti teladannya. Di sini keteladanan moral seorang penegak hukum menjadi kekuatan yang turut mempengaruhi superioritas hukum dan juga sebagai upaya untuk mencapai keadilan.

         Sistem pendidikan juga mesti membuat para akademisi hukum merasa dididik secara jujur tanpa ada penyimpangan dan penyelewengan. Selain itu dalam menghadapi profesi hukum, sistem hukum yang baik, sistem penegakan hukum yang baik, dengan moral kolektif yang kredibel akan memungkin setiap aparat penegak hukum akan menegakkan hukum secara baik (bermoral) dan memenuhi rasa keadilan semua pihak (Antonius Wisnu, wawancara 12/09/2013). Kita tidak dapat mengharapkan penegakan hukum yang adil, kalau penegakan hukum tidak terbentuk secara baik dalam proses pendidikan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan hukum, lingkungan masyarakat dan lingkungan penegakan hukum. Karena itu, struktur sosial masyarakat sebagai basis moral harus ditata dengan baik, agar individu-individu seperti karakter individu aparat penegak hukum (yang oleh John Rawls disebut agen moral) dapat berkembang menjadi pribadi yang baik dalam menjalankan tugas penegakan hukum. Kekuatan kebaikan (kekuatan moral) dapat menjadi modal dalam menentukan penilaian moral dan penegakan hukum yang bermoral dan adil. Pada prinsipnya, pribadi yang  baik akan memberi pengaruh positif dalam pelaksanaan tugas profesinya dan hal itu akan tampak juga dari hasil kerjanya. Seorang pribadi yang bermoral baik akan tampak dari karakter, perbuatan dan keputusan-keputusannya (Anastasia Ririn Tri setyaningrum, wawancara 12/09/2013). Menurut Anastasia Ririn, dalam sebuah struktur penegakan hukum, moralitas tidak terlepas dari keteladanan seorang pemimpin. Seorang atasan atau pemimpin yang baik dengan teladan yang baik akan memberikan dampak positif bagi orang-orang yang dipimpinnya. Moralitas individual sangat penting bagi moralitas kolektif dalam sebuah lembaga penegak hukum. Moral individu akan memberikan pengaruh positif bagi lingkungan kerja sehingga mempengaruhi moral kolektif. Karena itu, aparat penegak hukum mesti ditanamkan sejak dini moralitas baik yang melekat pada dirinya, agar tidak goyah dan mudah dibawah arus dalam upaya penegakan hukum yang adil dan bermoral dalam melaksanakan profesi hukum.


         Profesi hukum merupakan suatu profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Upaya untuk memperbaiki moral aparat penegak hukum menurut Frans Magnis Suseno (1987:142-150), mesti memenuhi lima kriteria moral sebagai berikut:

Kejujuran. Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik,             penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu sikap terbuka dan sikap wajar;

Autentik. Artinya menghayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi profesional hukum antara lain: (a) tidak menyalahgunakan wewenang; (b) tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat; (c) mendahulukan  kepentingan klien; (d) berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana; (e) tidak mengisolasi diri dari pergaulan;

Bertanggung jawab. Artinya (a) kesediaan untuk melakukan sebaik-baiknya tugas apa saja yang termasuk lingkup profesinya; (b) bertindak secara proporsional;

Kemandirian moral. Artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah        mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan        membentuk penilaian sendiri;

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun