Mohon tunggu...
Yakobus Sila
Yakobus Sila Mohon Tunggu... Human Resources - Pekerja Mandiri

Penulis Buku "Superioritas Hukum VS Moralitas Aparat Penegak Hukum" dan Buku "Hermeneutika Bahasa Menurut Hans Georg-Gadamar. Buku bisa dipesan lewat WA: 082153844382. Terima kasih

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Superioritas Hukum Versus Moralitas Aparat Penegak Hukum

27 Maret 2019   16:52 Diperbarui: 27 Maret 2019   18:50 3872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Franz von Magnis (Franz von Magnis, 1975:13), etika adalah penyelidikan filsafat tentang bidang mengenai kewajiban-kewajiban manusia serta tentang yang baik dan yang buruk. Etika bisa didefinisikan sebagai filsafat tentang bidang moral. Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia melainkan bagaimana manusia harus bertindak. Karena itu, sifat dasar etika adalah sifat kritis. Etika mempersoalkan norma-norma yang dianggap berlaku. Terhadap norma-norma yang de facto berlaku, etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya (apakah berlaku de jure juga). Etika dapat mengantar orang kepada kemampuan untuk bersikap kritis dan rasional, untuk membentuk pendapatnya sendiri dan bertindak sesuai dengan apa yang dapat dipertanggungjawabkan sendiri secara rasional. Etika menyanggupkan orang untuk mengambil sikap yang rasional terhadap semua norma, baik norma-norma tradisi maupun norma-norma lain agar norma-norma tersebut tidak diterima dan dimantapkan (dibakukan) begitu saja.

Istilah  'ethical'diartikan "of or relating to moral obligations that one person owes another". Term etika dapat diartikan sebagai relasi terhadap kewajiban moral satu orang  terhadap kewajiban yang lain. Sedang  'legal ethics' diartikan sebagai "the standards of minimally acceptable conduct within the legal profession, involving the duties that its members owe one another, their clients, and the courts"; yang dimuat dalam Code of Professional Responsibility atau  Code of Professional Conduct, sebagai  "a set of ethical guidelines for lawyers, organized in the form of canons, disciplinary rules, and ethical considerations" (Bryan A. Garner (et. al.), 1999: 889). Etika hukum merupakan standar minimal tingkah laku (perilaku) yang dapat diterima dalam profesi hukum, yang menyangkut tugas-tugas (tanggung jawab) bahwa anggota-anggotanya bertanggungjawab kepada yang lain, kliennya, dan pengadilan yang termuat dalam kode tanggungjawab professional tersebut. Juga kode tentang perilaku professional yang diartikan sebagai seperangkat petunjuk etis bagi para pengacara (advokat), yang diatur dalam bentuk kanon-kanon, disiplin aturan-aturan, dan pertimbangan-pertimbangan etis. Moral yang sudah direfleksikan secara mendalam dalam ilmu etika dapat disebut sebagai moral yang absolut atau mutlak diterima oleh semua manusia.

Dalam hukum, terdapat suatu moralitas hukum yang spesifik, yang terdiri atas pencerminan pendapat-pendapat moral yang terdapat dalam masyarakat pada umumnya dan yang dikembangkan dalam praktek di bidang hukum dan yang terikat dalam lembaga-lembaga dan ajaran-ajaran hukum. Moralitas hukum ini merupakan bidang khusus para ahli hukum dan para sarjana hukum. Seringkali moralitas ini harus dilindungi terhadap pendapat mayoritas dan terhadap kepentingan-kepentingan politik dan sosial yang penting, misalnya, asas proses hukum yang wajar dalam pengadilan-pengadilan terhadap intervensi politik.

Kunci utama dalam memahami penegakan hukum yang baik (good law enforcement governance), adalah moralitas aparat penegak hukum. Bertolak dari prinsip-prinsip penegakan hukum yang baik, akan dapat diperoleh tolok-ukur kinerja suatu penegakan hukum. Baik dan tidak baiknya penyelenggaraan penegakan hukum, dapat dinilai apabila pelaksanaannya telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip penegakan hukum yang baik, merujuk pada prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemennya, seperti legitimasi, akuntabilitas, perlindungan hak asasi manusia, kebebasan, transparansi, pembagian kekuasaan dan kontrol masyarakat. Oleh karena itu, suatu pelaksanaan penegakan hukum dapat disebut bergaya moral baik, apabila pelaksanaannya memenuhi elemen-elemen prinsip demokrasi tersebut.

Di antara prinsip-prinsip demokrasi dengan elemen-elemennya tersebut, empat prinsip di antaranya merupakan prasyarat utama yang saling terkait satu sama lain. Dengan kata lain, suatu pelaksanaan penegakan hukum dapat disebut bergaya moral baik, sekurang--kurangnya memenuhi empat syarat yang meliputi legitimasi, akuntabilitas, transparansi dan partisipasi. Empat syarat tersebut mesti diperhatikan oleh aparat penegak hukum agar hukum sungguh-sungguh merespon keadilan sosial (masyarakat).  Pertama, penegak hukum itu berlegitimasi atau taat asas, sehingga kekurangan dan kelebihannya akan dapat terprediksikan sebelumnya (predictable). Kedua, penegak hukum dapat dimintai pertanggungjawaban oleh masyarakat  (accountable).  Ketiga, prosesnya tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi yang dapat mengindikasikan adanya kolusi (transparancy).  Keempat, prosesnya terbuka untuk mengakomodasi opini kritis masyarakat (participated).

Keempat prasyarat tersebut tidak berdiri sendiri-sendiri, yang satu lepas dari yang lain. Predictability akan menentukan apakah suatu penegakan hukum, secara kolektif oleh suatu institusi, badan atau organisasi dengan kualitas birokrasinya masing-masing, atau secara individual oleh seseorang pejabat (penegak hukum), telah dilaksanakan secara rasional, dan secara objektif sebagai bagian dari suatu sistem normatif yang telah dibangun. Dengan demikian benar-benar dapat dimintai pertanggungjawabannya.        Partisipasi masyarakat hanya dapat dipenuhi apabila sesuatu hal sampai batas tertentu telah dilaksanakan secara transparan. Sementara itu, mustahil norma  accountability dapat direalisasi apabila kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi tidak dibuka. Begitu halnya, norma transparansi tidak ada gunanya, bila hal itu tidak dimaksudkan untuk memungkinkan partisipasi dan permintaan akuntabilitas masyarakat. Partisipasi masyarakat tidak dapat terlaksana tanpa adanya transparansi. Akuntabilitas sulit terlaksana tanpa pemantauan dan partisipasi masyarakat dalam proses penegakan hukum. Ketidakjelasan dan ketidaktransparanan dalam proses penegakan hukum, membuat masyarakat selalu diliputi oleh berbagai pertanyaan, apakah memang benar bahwa kepentingan masyarakat selalu diprioritaskan. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (empowering), kepercayaan masyarakat harus meningkat dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi ditingkatkan (Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, 97).


Membangun dan mengupayakan "penegakan hukum yang baik" sangat ditentukan oleh sikap dan perilaku para pejabat penegak hukum. Penegak hukum mesti memiliki integritas kepribadian yang baik dan jujur. Kejujuran adalah hal yang paling penting untuk dikembangkan dalam pembinaan sumber daya aparat penegak hukum, karena kejujuran tidak ada modulnya. Kejujuran sangat dipengaruhi oleh otentisitas dan integritas seseorang. Sebagai konsekuensi, pemerintah dengan sendirinya dituntut untuk meningkatkan kemampuan sumber daya aparat penegak hukum sesuai dengan bidang tugasnya, kesejahteraannya, termasuk menentukan sikap dan perilakunya,agar mampu berpikir dengan baik dan benar. Peningkatan kemampuan sumber daya aparat tersebut bertujuan agar mampu memutuskan perkara yang melahirkan rasa puas dan memenuhi rasa keadilan masyarakat, karena masyarakat Indonesia sangat merindukan kehadiran aparat penegak hukum yang benar-benar memiliki moral dan kepribadian yang bisa diandalkan untuk menegakkan keadilan.

Pada bagian ini, penulis juga sebenarnya ingin membedakan secara tegas antara moralitas dan legalitas. Legalitas (dari kata Latin Lex, hukum) menegaskan kesesuaian lahiriah tindakan manusia dengan suatu aturan. Tindakan manusia itu secara objektif tidak salah, barangkali baik dan sesuai dengan pandangan-pandangan moral, hukum dan nilai-nilai budaya masyarakat. Secara moral kesesuaian itu belum mengijinkan untuk menarik suatu kesimpulan karena kita tidak tahu motivasi atau maksud apa yang mendasarinya (Franz Magnis-Suseno, 1985:58). Sedangkan moralitas adalah sikap hati manusia yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terdapat pada manusia yang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggungjawabnya dan bukan karena ia mencari untung. Itulah yang disebut moralitas dalam profesionalitas, di mana orang melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional tanpa melanggar aturan-aturan dan rambu-rambu yang mesti dipatuhi. Moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih. Seorang penegak hukum yang bermoral akan sungguh-sungguh menegakkan hukum dan  keadilan tanpa pamrih. Penegak hukum yang baik tidak akan mengambil keuntungan dari profesinya sebagai penegak hukum dengan menerima suap atau sogokan oleh pihak-pihak yang berperkara. Dengan demikian hanya moralitaslah yang bernilai secara moral (Franz Magnis-Suseno, 1985:58).

2. Tinjauan Umum Tentang Aparat Penegak Hukum

          a) Polisi

         Dalam Black's Law Dictionary, polisi (police) diartikan sebagai "the governmental department charged with the preservation of public order, the promotion of public safety, and prevention and detection of crime; the officers or members of this department" (Bryan A.Garner, 1999:1276). Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 5 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun